Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada akhir 2022 menegaskan bahwa Komite Penanganan Pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) akan selesai akhir tahun 2022. Pemerintah juga tidak mengalokasikan dana khusus untuk PC-PEN di APBN 2023. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan realisasi Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN) sejak 1 Januari-9 Desember 2022 telah mencapai Rp330,7 triliun atau 72,6 persen dari pagu Rp455,62 triliun. Realisasi tersebut didorong oleh klaster perlindungan masyarakat yang mencapai Rp148,2 triliun atau 95,8 persen dari alokasi anggaran sebesar Rp154,76 triliun.
Terkait dengan penyerapan dana PEN tahun 2022, anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi PKS, Anis Byarwati menilai bahwa penyerapan anggaran masih terus menjadi persoalan di Indonesia. Padahal, ekonomi nasional membutuhkan stimulus besar untuk mendukung pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19. “Saya melihat penyerapan anggaran PEN ini memang cukup rendah sejak 2020. Dalam kaitannya dengan indikasi pemulihan ekonomi, kelihatan masih jauh dari kondisi sebelum pandemi Covid-19,” kata Anis. “Konsumsi belum sepenuhnya pulih bahkan dapat dikatakan menurun karena kenaikan inflasi. Dari lapangan usaha, indikasi pemulihan masih jauh. Justru yang terjadi masih terlihat penurunan. Bisa kita lihat bahwa industri manufaktur terus melambat. Perannya terhadap PDB terus menurun di tengah kebutuhan penyerapan tenaga kerja yang lebih besar,” tambahnya.
Untuk realisasi kluster pemulihan ekonomi yang mencapai Rp 183,4 triliun atau lebih dari 100%, dimana klaster ini juga meliputi dukungan untuk UMKM termasuk subsidi KUR, wakil ketua Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini mencatat dua hal. Pertama, Anis mengingatkan jangan hanya fokus pada nilai dan persentase realisasi anggaran tetapi juga perhatikan impact nya. Hal ini yang terus luput dari evaluasi anggaran kita. Hanya mencapai target realisasi (belanja) sedangkan kualitasnya jarang dikalkulasi. “Jadi, pajak yang kita bayar dan pembiayaan dari utang bisa mubazir jika tidak dievaluasi penggunaan anggarannya,” ungkapnya.
Kedua, dalam kaitannya dengan UMKM dan KUR, Anis menegaskan secara pribadi sangat mendukung realisasi anggaran yang besar dan tinggi. Akan tetapi, perlu dianalisis apakah penerimaan bantuan UMKM sudah merata atau hanya itu-itu saja. Persoalan mendasar di Indonesia adalah terkait data. “Saya amati, kita belum memiliki data UMKM yang valid dan ini tentu bisa memunculkan pertanyaan baru, yakni tentang realisasi anggaran yang dimaksud,” imbuhnya.
Adapun terkait dengan kekhawatiran Sebagian pihak akan dampak pada dukungan bantuan sosial dan pemulihan ekonomi untuk melindungi masyarakat dari permasalahan yang masih terjadi karena dampak ikutan dari pandemi, Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini melihat bahwa pemerintah sudah memiliki program-program yang fokus pada keluarga-keluarga harapan. “Jadi, program-program tersebut saya pikir cukup dan tinggal bagaimana pemerintah berusaha maksimal untuk meningkatkan efektivitasnya,” tutur Anis. Persoalan yang saat ini mendesak untuk diselesaikan menurut Anis adalah bagaimana pemerintah bisa mengurangi intervensi pada harga-harga barang yang diaturnya (administered price) sehingga daya beli rakyat tidak terus tertekan.
Terakhir, Anis menegaskan bahwa dalam transisi dari Pandemi ke Endemi, hal utama yang harus dilakukan pemerintah adalah menjaga ketersediaan pasokan dan harga bahan pangan karena komponen tersebut adalah yang paling besar menguras pendapatan masyarakat. Perlu dipikirkan apakah program bantuan langsung non tunai dikembalikan ke posisi semula (tunai) agar jaminan terhadap pemenuhan beras atau bahan pokok bagi rumah tangga prasejahtera lebih baik. “Perlu kita pahami bahwa kekuatan pertumbuhan ekonomi kita adalah konsumsi rumah tangga yang besar,” tegasnya. Untuk itu, sangat penting untuk selalu menjaga daya beli masyarakat. Kemudian, hal mendasar lainnya adalah mempercepat penciptaan lapangan kerja agar rakyat memiliki penghasilan yang dapat dibelanjakan
2023 Tanpa Dana PEN, Aleg PKS Ingatkan Pemerintah Agar Fokus Menjaga Ketersediaan Pasokan, Stabilitas Harga Bahan Pangan dan Mempercepat Penciptaan Lapangan Kerja
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada akhir 2022 menegaskan bahwa Komite Penanganan Pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) akan selesai akhir tahun 2022. Pemerintah juga tidak mengalokasikan dana khusus untuk PC-PEN di APBN 2023. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan realisasi Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN) sejak 1 Januari-9 Desember 2022 telah mencapai Rp330,7 triliun atau 72,6 persen dari pagu Rp455,62 triliun. Realisasi tersebut didorong oleh klaster perlindungan masyarakat yang mencapai Rp148,2 triliun atau 95,8 persen dari alokasi anggaran sebesar Rp154,76 triliun.
Terkait dengan penyerapan dana PEN tahun 2022, anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi PKS, Anis Byarwati menilai bahwa penyerapan anggaran masih terus menjadi persoalan di Indonesia. Padahal, ekonomi nasional membutuhkan stimulus besar untuk mendukung pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19. “Saya melihat penyerapan anggaran PEN ini memang cukup rendah sejak 2020. Dalam kaitannya dengan indikasi pemulihan ekonomi, kelihatan masih jauh dari kondisi sebelum pandemi Covid-19,” kata Anis. “Konsumsi belum sepenuhnya pulih bahkan dapat dikatakan menurun karena kenaikan inflasi. Dari lapangan usaha, indikasi pemulihan masih jauh. Justru yang terjadi masih terlihat penurunan. Bisa kita lihat bahwa industri manufaktur terus melambat. Perannya terhadap PDB terus menurun di tengah kebutuhan penyerapan tenaga kerja yang lebih besar,” tambahnya.
Untuk realisasi kluster pemulihan ekonomi yang mencapai Rp 183,4 triliun atau lebih dari 100%, dimana klaster ini juga meliputi dukungan untuk UMKM termasuk subsidi KUR, wakil ketua Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini mencatat dua hal. Pertama, Anis mengingatkan jangan hanya fokus pada nilai dan persentase realisasi anggaran tetapi juga perhatikan impact nya. Hal ini yang terus luput dari evaluasi anggaran kita. Hanya mencapai target realisasi (belanja) sedangkan kualitasnya jarang dikalkulasi. “Jadi, pajak yang kita bayar dan pembiayaan dari utang bisa mubazir jika tidak dievaluasi penggunaan anggarannya,” ungkapnya.
Kedua, dalam kaitannya dengan UMKM dan KUR, Anis menegaskan secara pribadi sangat mendukung realisasi anggaran yang besar dan tinggi. Akan tetapi, perlu dianalisis apakah penerimaan bantuan UMKM sudah merata atau hanya itu-itu saja. Persoalan mendasar di Indonesia adalah terkait data. “Saya amati, kita belum memiliki data UMKM yang valid dan ini tentu bisa memunculkan pertanyaan baru, yakni tentang realisasi anggaran yang dimaksud,” imbuhnya.
Adapun terkait dengan kekhawatiran Sebagian pihak akan dampak pada dukungan bantuan sosial dan pemulihan ekonomi untuk melindungi masyarakat dari permasalahan yang masih terjadi karena dampak ikutan dari pandemi, Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini melihat bahwa pemerintah sudah memiliki program-program yang fokus pada keluarga-keluarga harapan. “Jadi, program-program tersebut saya pikir cukup dan tinggal bagaimana pemerintah berusaha maksimal untuk meningkatkan efektivitasnya,” tutur Anis. Persoalan yang saat ini mendesak untuk diselesaikan menurut Anis adalah bagaimana pemerintah bisa mengurangi intervensi pada harga-harga barang yang diaturnya (administered price) sehingga daya beli rakyat tidak terus tertekan.
Terakhir, Anis menegaskan bahwa dalam transisi dari Pandemi ke Endemi, hal utama yang harus dilakukan pemerintah adalah menjaga ketersediaan pasokan dan harga bahan pangan karena komponen tersebut adalah yang paling besar menguras pendapatan masyarakat. Perlu dipikirkan apakah program bantuan langsung non tunai dikembalikan ke posisi semula (tunai) agar jaminan terhadap pemenuhan beras atau bahan pokok bagi rumah tangga prasejahtera lebih baik. “Perlu kita pahami bahwa kekuatan pertumbuhan ekonomi kita adalah konsumsi rumah tangga yang besar,” tegasnya. Untuk itu, sangat penting untuk selalu menjaga daya beli masyarakat. Kemudian, hal mendasar lainnya adalah mempercepat penciptaan lapangan kerja agar rakyat memiliki penghasilan yang dapat dibelanjakan.