Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Ahmad Zabadi mendorong petani berlahan sempit dan nelayan agar berkonsolidasi dalam wadah koperasi sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan memiliki skala ekonomi.
“Koperasi bisa menjadi jawaban berbagai keterbatasan di kalangan petani dan nelayan. Kita tahu bahwa petani yang menggambarkan pelaku usaha mikro dan kecil, saat ini memiliki keterbatasan ekonomi seperti lahan yang terbatas, SDM (Sumber Daya Manusia), akses pembiayaan, hingga kemampuan untuk menjangkau pasar,” kata Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi saat menyampaikan keynote speech pada Seri Webinar dalam Rangka Peringatan Hari Koperasi ke-76 secara virtual, Senin (03/07).
Zabadi menjelaskan dengan segala keterbatasan yang dimiliki, koperasi menjadi pilihan rasional dalam mengembangkan usaha bagi para petani dan nelayan.
“Koperasi bisa berperan mengolah hasil panen, dan koperasi pula yang bergerak sebagai aggregator dalam menghubungkan hasil produksi dengan market. Sehingga dengan demikian, bisnis yang dikelola memiliki skala ekonomi dan daya saing. Ini sekaligus meningkatkan produktivitasnya,” ujar Zabadi.
Ia memberikan contoh Koperasi Al-Ittifaq di Bandung, Jawa Barat, yang mampu mengonsolidasikan petani berlahan sempit dengan rata – rata 50 hingga 100 meter, menjadi 1.200 hektare.
“Selain mengonsolidasikan lahan sempit para petani, koperasi itu bermitra dengan offtaker akhir seperti gerai ritel modern Superindo dan lainnya untuk memasarkan produk hasil petani,” ucap Zabadi.
Di sektor perikanan, Zabadi menyebutkan pihaknya menerapkan program Solusi Nelayan (Solar Untuk Koperasi Nelayan) untuk membantu para nelayan yang tergabung dalam koperasi, agar dapat lebih mudah menjangkau solar bersubsidi.
“Kita tahu di sektor perikanan, 60 persen biaya yang dikeluarkan ada pada bahan bakarnya. Para nelayan harus membeli harga bahan bakar solar jauh dari harga subsidi yang ditentukan. Kami upayakan 250 desa kampung nelayan untuk dapat difasilitasi SPBU nelayan kedepannya,” kata Zabadi.
Hadir sebagai narasumber Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute Tungkot Sipayung mengatakan, petani dan koperasi sawit merupakan penggerak ekonomi pedesaan yang tercatat signifikan mengurangi kemiskinan dan pengangguran di pedesaan.
“Mengapa petani sawit memerlukan koperasi? Karena skala usaha perkebunan sawit rakyat relatif kecil dan menyebar, jalan sendiri-sendiri memiliki posisi tawar lemah, serta secara lokal berada dalam dua kekuatan monopsonistis dan monopolistis,” kata Tungkot Sipayung.
Ia juga menekankan pentingnya para petani sawit untuk memiliki organisasi ekonomi yang mengintegrasikan hulu-hilir sehingga dapat mencapai skala ekonomi. Dengan begitu, para petani sawit rakyat yang hanya bergerak pada on farm dapat memiliki nilai tambah pada mata rantai bisnis sawit.
Senada dengan Tungkot Sipayung, CEO Rumah Kesejahteraan Pendi Yusup mengungkapkan, dengan berkoperasi para petani dan nelayan akan merasakan manfaat ekonomi yang lebih ketimbang berjalan sendiri-sendiri.
“Koperasi bisa menjawab kebutuhan anggota, dalam konteks petani mampu memenuhi kebutuhannya. Selain itu dengan mengonsolidasikan diri maka akan tercapai skala ekoomi, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih murah,” kata Pendi Yusup.