Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menandatangani nota kesepahaman bersama (MOU) untuk menguatkan kapasitas petani kecil sebagai upaya percepatan implementasi sawit berkelanjutan di Indonesia.
Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki menegaskan kerja sama dengan RSPO merupakan upaya mengurangi dampak negatif industri kelapa sawit terhadap hutan hujan tropis, keanekaragaman hayati, dan hak-hak masyarakat setempat.
Caranya, dengan mempromosikan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi aktif dalam upaya menuju produksi kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan meningkatkan nilai tambah ekonomi petani sawit melalui koperasi.
“Jadi, inti dari kerja sama ini ada dua, yaitu terkait isu ekonomi hijau dan dampak sosial ekonominya terhadap petani sawit,” kata MenkopUKM, Teten Masduki, pada acara penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara KemenkopUKM dengan RSPO, di Jakarta, Senin (10/7).
Menurut Menteri Teten, penandatanganan MoU ini untuk mengembangkan dan menguatkan koperasi petani sawit swadaya mengingat Indonesia merupakan negara penghasil sawit terbesar di dunia dengan cakupan lahan mencapai 15,08 juta hektare.
Artinya, kata MenkopUKM, menjadi penting bagi petani sawit di Indonesia untuk tergabung dalam koperasi agar memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dan terintregasi dari hulu hingga hilir, sehingga mampu mencapai skala ekonomi.
“Saya berharap dengan adanya MoU ini dapat mempercepat implementasi sawit berkelanjutan di Indonesia,” kata Menteri Teten.
MenkopUKM mengungkapkan, para petani sawit memerlukan organisasi ekonomi yang mengintegrasikan hulu-hilir sehingga dapat mencapai skala ekonominya. Sebab, saat ini, sebagian besar petani sawit rakyat yang bergerak pada on-farm, cenderung hanya menikmati nilai tambah yang relatif kecil dari mata rantai bisnis sawit.
Lokasi perkebunan sawit rakyat jauh dari CPO-Mill dan menghadapi rantai tata niaga yang panjang sehingga harga TBS yang diterima petani sawit 30 persen di bawah harga TBS CPO-Mill.
Menteri Teten berharap, posisi koperasi dalam sektor perkebunan sawit bisa berperan sebagai konsolidator lahan sawit yang dikelola oleh UMKM petani sawit anggota koperasi, yang tidak dalam satu hamparan, sehingga akan mencapai skala ekonomi.
“Di sisi lain, koperasi juga berperan sebagai aggregator hasil sawit rakyat, sehingga para petani sawit ada kepastian pasar dan mendapatkan harga TBS yang lebih adil. Dalam posisi ini, koperasi yang berhadapan dengan pembeli TBS, bukan oleh masing-masing petani sawit anggota koperasi secara sendiri-sendiri,” kata MenkopUKM.
Bagi Menteri Teten, konsolidasi lahan dan petani ke dalam wadah koperasi, dapat mengoptimalkan hasil panen dan kesejahteraan petani, yang dilakukan melalui program Korporatisasi Petani Sawit Berbasis Koperasi.
Dalam kesempatan yang sama, Chief Executive Officer (CEO) RSPO Joseph D’Cruz menyebutkan, nota kesepahaman tersebut akan menjadi dasar bagi kedua belah pihak untuk melakukan inisiatif peningkatan kapasitas dan pengembangan koperasi petani swadaya untuk mempercepat penerapan minyak sawit berkelanjutan di Indonesia.
“Kemitraan formal kami dengan kementerian datang pada saat yang tepat ketika persyaratan peraturan yang lebih ketat mendorong ketertelusuran yang lebih besar dalam rantai pasokan minyak sawit,” kata Joseph.
Joseph menambahkan, MoU ini menyediakan kerangka kerja bagi kedua belah pihak untuk bekerja menuju sektor kelapa sawit yang lebih tangguh dan akuntabel di Indonesia.
“Yaitu, dengan meningkatkan kapasitas petani kecil yang memainkan peran besar dalam rantai pasokan tetapi memiliki peluang untuk kalah,” kata Joseph.
Dijelaskan pula, ruang lingkup MoU tersebut mencakup pertukaran data dan informasi, pertukaran pelajaran untuk membangun kapasitas koperasi petani swadaya, hingga sinergi pemberdayaan dan pembinaan koperasi, serta pendampingan koperasi petani swadaya.
Kemudian, di bawah skema RSPO, promosi minyak sawit berkelanjutan ke koperasi petani swadaya di bawah naungan kementerian, mendorong penguatan organisasi ekonomi koperasi petani swadaya, akses pendanaan dan pembiayaan untuk peningkatan kapasitas dan pendirian koperasi petani swadaya hingga proses sertifikasi, hingga partisipasi dan keterlibatan aktif dalam kegiatan atau acara yang diselenggarakan RSPO dan kementerian.
Dan tak ketinggalan adalah kolaborasi antara kedua pihak untuk mendorong dan mempromosikan hilirisasi produk minyak sawit berkelanjutan melalui minyak goreng merah oleh koperasi petani swadaya.