Pemerintah berupaya mempercepat sosialisasi Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja untuk memperkuat posisi UMKM termasuk menyangkut pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 10 tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja dan terkait penyampaian substansi pengaturan koperasi dan UKM dalam UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya.
Kepala Biro Hukum dan Kerja sama Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Henra Saragih, menyebutkan UU Cipta Kerja khususnya kluster koperasi dan UKM hingga saat ini tingkat penerimaannya dalam masyarakat sangat tinggi.
“Banyak kemudahan yang diterima pelaku koperasi dan UKM dalam UU Cipta Kerja. Begitu juga dengan peraturan turunannya,” kata Henra pada acara Workshop Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, di Palembang, Sumatra Selatan, beberapa hari lalu.
Misalnya, dalam konteks perizinan, dibagi dalam beberapa tingkatan rendah, menengah, dan tinggi berdasarkan risiko usaha yang akan dilakukan. Dalam UU Cipta Kerja dan Peraturan pelaksanaannya, PP 7/2021 mengatur adanya perizinan tunggal bagi usaha mikro yang memiliki risiko rendah.
“NIB berlaku sebagai izin usaha, sertifikasi standar, dan sertifikasi halal,” ucapnya.
Dalam konteks pengaturan, UU Cipta Kerja disebut sudah baik. Namun, dalam pelaksanaannya, masih terdapat kendala teknis khususnya dalam mengakses NIB dan perizinan melalui OSS.
“Koordinasi antar K/L dan pendampingan bagi pelaku UMKM perlu dilakukan. Sehingga, tujuan dari diundangkannya UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya dapat tercapai,” ucap Henra.
Pada kesempatan yang sama Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Riza Damanik menyampaikan dengan adanya forum ini diharapkan dapat melahirkan pokok-pokok pikiran yang tidak hanya menyempurnakan UU Cipta Kerja.
“Namun juga, untuk memperkuat UU itu sendiri dalam tataran implementasinya,” kata Riza yang juga Wakil Ketua Pokja Strategi Sosialisasi, Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja.
Riza menginginkan pasar digital didominasi produk UMKM. Dan dengan terbitnya PP 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UKM sebagai aturan turunan UU Cipta Kerja, diharapkan tumbuh semangat yang sama untuk mendorong transformasi digital yang kuat dan baik bagi koperasi dan UMKM.
Sementara Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja Arif Budimanta menjelaskan sosialisasi ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan yang dilakukan secara nasional. “Bertujuan untuk memberikan gambaran terkini terkait situasi tentang konstruksi UU Cipta Kerja dan manfaatnya, khususnya bagi para pelaku koperasi dan UMKM,” ucap Arif.
Permasalahan yang dikritisi peserta workshop diantaranya mengenai standarisasi terhadap produk UMKM yang dinilai perlu ada sinkronisasi untuk 3 standardisasi dan pelabelan terkait sertifikasi halal yang dikeluarkan BPJPH, SNI oleh BSN, dan SPP-IRT yang dikeluarkan Badan POM.
Para peserta juga mendorong adanya Automatic Certification yang dapat mengharmonisasi ke-3 standarisasi tersebut. Sehingga, para pelaku UMKM cukup mengurus 1 izin saja.
Di akhir workshop, Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja bersama dengan para peserta UU Cipta Kerja merumuskan berita acara yang terdiri atas 7 poin yang merupakan hasil diskusi, masukan, dan catatan terhadap UU Cipta Kerja yang masih perlu disempurnakan.
Ke-7 point tersebut antara lain, diperlukannya penyeragaman format anggaran Dasar dan kebijakan Kode KBLI di akta pendirian koperasi oleh notaris, termasuk batasan tarif atas pembuatan akta notaris tersebut.
Kemudian, optimalisasi dan sinkronisasi data pada Online Data System (ODS), penyelarasan regulasi dan implementasi mengenai pengenaan biaya pengurusan sertifikasi halal, serta sinkronisasi atas 3 standar produk dan logo produk (Sertifikasi Halal, SNI, dan SPP-IRT). Hal tersebut untuk menghindari inefisiensi bisnis bagi para pelaku usaha koperasi dan UKM.