Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati mengingatkan pemerintah terkait dengan transformasi ekonomi yang dijalankan oleh Pemerintah, ditempuh melalui dua strategi utama, yaitu strategi jangka pendek dan strategi jangka menengah. Strategi jangka pendek difokuskan untuk mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem, penurunan prevalensi stunting, pengendalian inflasi, dan peningkatan investasi. “Sepertinya akan sangat sulit bagi Pemerintah untuk bisa mewujudkannya penurunan prevelensi serendah mungkin dan menghapuskan kemiskinan ekstrem hanya dalam waktu kurang lebih satu tahun kedepan. Sedangkan agenda jangka menengah yang menjadi target Pemerintah akan sangat tergantung dari Presiden terpilih nantinya” katanya di Jakarta (17/8/23) menanggapi Pidato Presiden di DPR MPR RI Rabu lalu.
Anggota Komisi XI DPR RI ini menyebut alokasi anggaran pendidikan sebesar Rp660,8 triliun atau 20% APBN, belum mencerminkan besarnya alokasi anggaran terhadap mutu dan kualitas pendidikan yang dihasilkan sampai saat ini. “Skor PISA (Program for Internasional Student Assessment) Indonesia juga masih di bawah rerata OECD dan ASEAN-5. Hal yang sama juga ditunjukkan dari Angka Partisipasi Kasar (APK) untuk perguruan tinggi (19-24 tahun) yang masih tertinggal dibandingkan peers. Hal itu menunjukkan, mandatory spending untuk pendidikan belum berjalan efektif” ujarnya.
Legislator PKS ini juga berpandangan bahwa alokasi anggaran kesehatan direncanakan sebesar Rp186,4 triliun atau 5,6% dari APBN, juga belum membawa perubahan yang signifikan bagi kualitas layanan Kesehatan dalam sepuluh tahun terakhir. “Tingginya angka prevalensi stunting serta penanganan penyakit katastropik yang masih signifikan. Selain itu, belum optimalnya layanan dasar dan kegiatan promotive preventif yang tercermin dari antara lain masih tingginya persentase Puskesmas yang belum memenuhi standar tenaga kesehatan” serunya.
Anis juga mengingatkan terkait alokasi anggaran infrastruktur yang dialokasikan sebesar Rp 422,7 triliun, tentunya akan lebih banyak dialokasikan untuk menyelesaikan proyek strategis nasional yang belum selesai, termasuk proyek IKN. “Proyek-proyek infrastruktur yang dibangun secara sporadis dalam beberapa tahun terakhir, justru akhirnya menjadi beban bagi Pemerintah sendiri. Selain itu, anggaran bidang ketahanan pangan dialokasikan sebesar Rp108,8 triliun juga belum terlihat hasilnya, bahkan banyak program pengembangan kawasan food estate yang gagal dilaksanakan” ungkapnya.
Wakil Ketua BAKN ini juga menekankan bahwa kebijakan hilirisasi sumber daya alam yang sangat gencar dilaksanakan oleh Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir, masih memiliki PR yang cukup banyak untuk diselesaikan. “Selain persoalan regulasi, insentif, lingkungan yang tidak kalah pentingnya sejauh mana keberadaan proyek hilirisasi memiliki nilai tambah bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, jangan sampai menimbulkan ketimpangan baru antara dunia usaha dengan Masyarakat sekitar. Industri yang terlibat bergelimang keuntungan sementara rakyat hanya sebagai penonton” katanya.
Tidak lupa Anis juga menyebut posisi utang pemerintah Indonesia juga sangat mengkhawatirkan, mencapai Rp7.848,8 triliun per 31 April 2023 (tidak termasuk utang BUMN). Dengan jumlah tersebut, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) kita mencapai 38,15%. Selain itu, porsi bunga utang terhadap PDB juga mengalami peningkatan pada tahun RAPBN 2024. Alokasi untuk pembayaran bunga utang direncanakan sebesar Rp497.319,6 miliar, naik 12,7 persen dari alokasi pembayaran bunga utang pada APBN tahun 2023. “Kalau dikomparasi dengan belanja RAPBN 2024 nilainya mencapai 15,05%. Jika dikomprasi dengan belanja pendidikan mencapai 75,5% dri anggaran pendidikan. Sedangkan jika dibandingkan dengan belanja kesehatan mencapai 2,6 kali atau 266% dari belanja kesehatan. Sebuah angka yang sangat besar sekali harus dikeluarkan untuk bunga utang saja” tutupnya.