Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menyampaikan, agenda ASEAN Inclusive Business (IB) Summit tahun ini di Bali lebih difokuskan kepada peningkatan perfoma sektor agrikultur dan ketersediaan pangan yang kemudian menjadi benchmark tersendiri bagi negara-negara ASEAN.
“Konsep kami untuk ASEAN ini, supaya negara di kawasan tak lagi sendiri-sendiri, tetapi harus berkolaborasi menjadi pusat produksi dunia ASEAN. Bukan sekadar market. Kita punya potensi agrikultur dengan menguasai komoditas sawit, karet, maupun rempah-rempah,” kata MenKopUKM Teten Masduki dalam keterangannya di Nusa Dua Bali, Jum’at (25/8).
Pemilihan fokus tersebut mengingat ASEAN memiliki potensi untuk menjadi pusat produksi agrikultur untuk supply food dunia.
Gagasan tersebut kata MenKopUKM, bahkan disambut baik dan diapresiasi UNESCAP dan diharapkan dapat dikembangkan dalam pertemuan ASEAN IB Summit selanjutnya di Laos tahun depan. Diharapkan, gagasan ini betul-betul menjadi pengembangan ekonomi di kawasan ASEAN.
“Jadi Alhamdulillah, ide-ide yang kita bahas di IB Summit ke-6 ini diterima dengan baik, bahkan mereka bilang akan menjadikan semacam benchmark sebagai the best one dari penyelenggaraan IB Summit selama ini. Dan diharapkan bisa diteruskan hingga ke event G20,” ujarnya.
Namun ditegaskan MenKopUKM, dalam pengembangan di sektor agrikultur dan supply food perlu dilakukan perbaikan dari sisi kelembagaan, pembiayaan, maupun produksinya.
“Dari sisi kelembagaan di tingkat petani, di ASEAN sudah ada pengalaman dengan Indonesia, Thailand, dan India baik melalui koperasi maupun non-koperasi. Di mana hal tersebut juga didukung dengan kebijakan Pemerintah di setiap negara,” kata Menteri Teten.
Kemudian dari sisi pembiayaan, di Indonesia dan negara di kawasan ASEAN sudah banyak lembaga pembiayaan mikro yang tersedia. Namun sayangnya, di tingkat middleman dalam hal ini adalah agregator seperti koperasi, masih sulit mendapatkan pembiayaan yang murah.
“Padahal tingkat middleman ini membeli dari petani dan harus dijual lagi ke market baik buyer dalam negeri maupun luar negeri. Sehingga butuh modal kerja untuk terus berjalan. Maka, skema pembiayaan juga perlu menjadi pembicaraan,” katanya.
UMKM Timor Leste
Di kesempatan yang sama, MenKopUKM juga melakukan bilateral meeting dengan Secretary of State for Cooperatives of Timor Leste Arsenio Pereira da Silva. Pertemuan ini terkait perpanjangan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Timor Leste sebelumnya, tentang kerja sama pengembangan perkoperasian dan UMKM di sektor pertanian dan kelautan di Timor Leste.
Menteri Teten mengatakan, Timor Leste memiliki karakteristik yang hampir sama dengan Nusa Tenggara Timur (NTT), sehingga potensi pengembangan kerja sama dengan Timor Leste tak jauh berbeda dengan yang sudah dikembangkan di NTT. Mulai dari Sumber Daya Alam (SDA), maupun minyak dan gas (migas).
“Sementara dari sisi pembiayaan, nanti akan kami kerja samakan dengan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang sudah banyak tersedia di NTT, bahkan keinginannnya ingin terus diperlebar hingga tingkat internasional,” kata MenKopUKM.
Termasuk perbaikan di sisi pembiayaan, hingga pendampingan di mana produk-produk UMKM-nya harus memiliki standar sertifikasi agar bisa diterima market dan didistribusikan ke pasar ASEAN.
Sementara itu, Secretary of State for Cooperatives of Timor Leste Arsenio Pereira da Silva mengatakan, bersama Pemerintah Indonesia, pihaknya berkeinginan memperkuat kerja sama untuk peningkatan capacity building dan pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) dari Indonesia ke Timor Leste.
“Kita minta supaya bisa belajar banyak di Indonesia untuk fokus kepada sektor UMKM. Karena sesuai melalui forum ini juga, inisiatif untuk inklusif bisnis ini sangatlah penting. Terutama dalam membangun ekonomi kerakyatan terutama di Timor Leste. Kami melihat Indonesia kemajuannya sangat bagus, dan itu yang ingin kami pelajari,” ucap Arsenio.
Di Timor Leste, katanya, mereka baru memulai semacam kelompok usaha kecil untuk kerajinan dan food processing. Agar lebih berkualitas, maka dibutuhkan peningkatan untuk bisa menembus pasar di luar Timor Leste.
“Selama ini hampir 80 persen kami lakukan impor. Melalui kerja sama dengan Indonesia, diharapkan memberikan dampak bagi pasar lokal Timor Leste untuk mampu menyiapkan koperasi produksi, maupun koperasi pertanian. Paling tidak setingkat home industri dulu baru industri menengah, besar, industri dan kemudian ekspor,” katanya.