Ketua Tim Hukum Merah Putih C Suhadi SH MH menipai Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara hukum bukan tanpa dasar menerima Pendaftaran Capres dan Cawapres, Gibran sebagai cawapres Prabowo, meski Gibran belum genap 40 tahun. Karena ada putusan MK No 90/2023.
“Dengan tambahan – asal – sudah pernah menjadi Kepala Daerah, Anggota DPR atau DPD, KPU sesuai dengan tupoksinya menjalankan putusan MK, sedangkan putusan MK mempunyai karakteristik yang berbeda dari Perkara lainnya seperti tidak adanya banding, Kasasi atau PK. Putusan seketika (setelah diucapkan dan diketuk Palu) final dan mengikat.
Dalam bahasa hukumnya Final and Binding,” kata C Suhadi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (1/11/2023).
Ketentuan tidak ada upaya hukum dan atau final and Binding atau PERTAMA dan TERAKHIR, imbuhnya, diatur dalam pasal 10 ayat 1 uu MK No. 11 tahun 2003.
“Terkait kepada aturan itu, maka putusan MK bukan hanya final and binding namun akibatnya mengikat kepada Instansi terkait dalam hal ini; Pemerintah, DPR dan lain-lain. Atas dasar keberlakuan itu maka KPU harus tunduk kepada UU dalam rangka pelaksanaannya dari putusan MK,” jelas Suhadi yang merupakan advokat senior ini.
Karena dengan amar putusan itu, menurutnya, terkait bunyi pasal 169 huruf q sudah tidak mengikat lagi sepanjang menyangkut batas usia dengan tambahan asal sudah pernah menduduki jabatan publik dan ini dalam hukum putusan MK dimaknai sebagai peraturan baru terkait batas usia, maka berlaku azas hukum, -lex posterior legi priori – yang berarti Peraturan baru menghapus peraturan yang lama.
Mengenai alasan KPU tidak terlebih dahulu meminta pendapat kepada DPR, papar Suhadi, tentunya punya alasan yang kuat.
Pertama DPR sedang reses sedangkan KPU telah memberi batas penutupan Pendaftaran tanggal, 25 Oktober 2023 dan hal tersebut tidak mungkin dilakukan mengingat keputusan MK dalam Perkara No. 90/2023 sudah final dan mengikat, oleh karenanya tidak ada alasan untuk tidak dijalankan.
“Menurut hukum PKPU adalah sebuah produk peraturan bukan produk UU, sehingga keberadaannya tidak boleh mengalahkan putusan MK yang memaknai UU No. 7 tahun 2017 pada pasal 169 huruf q. Karena menurut azas hukum sebuah peraturan tidak boleh mengalahkan peraturan di atas atau dikenal azas lex superior derogate legi inferior. Terkait masalah hirarki atau urutan kedudukan hukum diatur dalam UU No. 12 tahun 2011 yang telah diubah dengan UU No. 13 tahun 2022 , pada pasal 7 ayat 1 huruf a s/d g. Di dalam ayat 2 dikatakan, kekuatan hukum peraturan perundang undangan sesuai dengan hirarki sebagai mana penjelasan pasal 1 diatas,” urai Suhadi.
Sehingga dengan merujuk kepada alasan alasan hukum diatas, tegas Suhadi, justru apabila KPU tidak menjalankan Putusan MK, “secara hukum KPU masuk dalam perbuatan melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1365 KUHPerdata, Namun dengan menjalankan isi putusan, maka KPU adalah sebagai pihak yang taat hukum dan taat azas,” pungkas Suhadi.