Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) mendorong koperasi untuk tidak tumbuh kembang secara sendiri – sendiri, melainkan dengan memanfaatkan keunggulan kolaboratif.
“Koperasi perlu membangun keunggulan kolaboratif, yakni keunggulan yang dicapai dan dihasilkan dari kerja sama antara satu dengan koperasi lainnya,” kata Deputi Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi di Jakarta, Sabtu (25/11).
Pemanfaatan keunggulan kolaboratif, kata Zabadi dapat diaplikasikan dengan berbagai opsi sesuai amanat RUU (Rancangan Undang-Undang) Perkoperasian yang saati ini sedang menunggu pembahasannya di DPR RI.
“RUU ini adalah upaya sistemik untuk membangun koperasi Indonesia agar lebih besar dan kuat. Terlebih lagi, saat ini sebagian besar atau hampir 80 persen koperasi skalanya mikro. Dengan skala mikro ini, manfaat bagi anggota tidak optimal. Di sisi lain koperasi tidak hidup di ruang hampa. Sebaliknya, berada pada pasar yang penuh persaingan. Sehingga koperasi harus meningkatkan skala permainannya,” jelas Zabadi.
Beberapa opsi yang dapat digunakan koperasi salah satunya adalah tindakan peleburan (merger) atau penggabungan (amalgamasi). Perusahaan swasta lain sering menggunakan opsi merger atau amalgamasi tersebut untuk meningkatkan skala perusahaan, jangkauan pasar, efisiensi operasional, penguatan rantai pasok, dan sebagainya. Opsi semacam itu perlu dibiasakan di koperasi.
“Banyak koperasi besar di Indonesia merupakan hasil merger atau amalgamasi dari beberapa koperasi. Itu membuktikan opsi merger atau amalgamasi terbukti valid dalam meningkatkan usaha koperasi,” ujar Zabadi.
Opsi lain yang didorong lewat RUU Perkoperasian ini adalah aliansi strategis dalam bentuk kerja sama jaringan atau kemitraan.
“Bahkan untuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP), hal ini kita wajibkan. Di mana KSP harus menjadi anggota dari sekunder, asosiasi, atau jaringan lainnya. Selama ini banyak KSP yang bergerak sendirian, stand alone, hasilnya kapasitas dan kapabilitas tumbuh secara lambat,” papar Zabadi.
Dengan kerja sama tersebut, koperasi dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya. Di sisi lain kerja sama juga menjadi salah satu prinsip koperasi internasional. Pemerintah akan mengamplifikasi prinsip tersebut dalam pembangunan dan pengembangan koperasi ke depan.
“Melalui kerja sama, banyak hal bisa dilakukan. Swasta saja melakukan co-opetition, koperasi yang tak perlu bersaing antarsesama, bisa sepenuhnya co-operation,” kata Zabadi.
Tidak berhenti di situ, dengan RUU Perkoperasian sebagai perubahan ketiga terhadap UU Nomor 25 Tahun 1992 ini, pemerintah akan merekognisi dan mendorong pengintegrasian melalui apex koperasi. Lembaga apex saat ini telah berkembang alamiah di dalam gerakan koperasi. Dalam RUU ini keberadaan koperasi direkognisi dan diperkuat. Tujuannya agar terbentuk berbagai apex untuk menjawab kebutuhan di lapangan.
“Fungsi apex sangat variatif dan mendukung usaha koperasi. Fungsi itu seperti pooling fund untuk mendukung likuiditas antaranggota, riset dan pengembangan, serta standardisasi pada produk, layanan, merek, pemasaran, teknologi, dan lainnya. Bahkan apex kita libatkan untuk menentukan dapat melakukan pemeriksaan keuangan, pemeringkatan atau penilaian kesehatan, serta pengawasan koperasi dalam jaringan,” tutup Zabadi.
Secara terpisah, Akademisi Universitas Bakrie sekaligus Anggota Tim Asisitensi RUU Perkoperasi Suwandi berpendapat koperasi di Indonesia saat ini masih beroperasi dengan skala usaha kecil disertai SDM dan tata kelola yang sulit untuk maju.
“Sementara pasar dan kebutuhan anggota berubah cepat, pada posisi ini antisipasi koperasi lambat,” ujar Suwandi.
Menurut Suwandi, mengubah tradisi ini bagi koperasi tentu tidak mudah, apalagi semua keputusan mengandung risiko. Namun, pilihannya cuma satu.
“Cooperation built in cooperatives. Koperasi Indonesia, mesti menggerakkan kerja sama antar koperasi meski ini lagu lama. Tugas pemerintah harus endorced terus agar koperasi dari sekadar operation, tapu mampu bekerja secara cooperation,” kata Suwandi.
Suwandi menekankan kemitraan dan investasi juga bisa menjadi salah satu pilihan untuk menguatkan kerja koperasi, meluaskan produksi dan pasar, menekan risiko dan mengembangkan peran partisipasi, membendung residu arus pasar global, serta teknologi digital yang mereduksi peran koperasi.
Jakarta, 25 November 2023
Humas Kementerian Koperasi dan UKM
Medsos resmi: @Kemenkopukm
Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) mendorong koperasi untuk tidak tumbuh kembang secara sendiri – sendiri, melainkan dengan memanfaatkan keunggulan kolaboratif.
“Koperasi perlu membangun keunggulan kolaboratif, yakni keunggulan yang dicapai dan dihasilkan dari kerja sama antara satu dengan koperasi lainnya,” kata Deputi Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi di Jakarta, Sabtu (25/11).
Pemanfaatan keunggulan kolaboratif, kata Zabadi dapat diaplikasikan dengan berbagai opsi sesuai amanat RUU (Rancangan Undang-Undang) Perkoperasian yang saati ini sedang menunggu pembahasannya di DPR RI.
“RUU ini adalah upaya sistemik untuk membangun koperasi Indonesia agar lebih besar dan kuat. Terlebih lagi, saat ini sebagian besar atau hampir 80 persen koperasi skalanya mikro. Dengan skala mikro ini, manfaat bagi anggota tidak optimal. Di sisi lain koperasi tidak hidup di ruang hampa. Sebaliknya, berada pada pasar yang penuh persaingan. Sehingga koperasi harus meningkatkan skala permainannya,” jelas Zabadi.
Beberapa opsi yang dapat digunakan koperasi salah satunya adalah tindakan peleburan (merger) atau penggabungan (amalgamasi). Perusahaan swasta lain sering menggunakan opsi merger atau amalgamasi tersebut untuk meningkatkan skala perusahaan, jangkauan pasar, efisiensi operasional, penguatan rantai pasok, dan sebagainya. Opsi semacam itu perlu dibiasakan di koperasi.
“Banyak koperasi besar di Indonesia merupakan hasil merger atau amalgamasi dari beberapa koperasi. Itu membuktikan opsi merger atau amalgamasi terbukti valid dalam meningkatkan usaha koperasi,” ujar Zabadi.
Opsi lain yang didorong lewat RUU Perkoperasian ini adalah aliansi strategis dalam bentuk kerja sama jaringan atau kemitraan.
“Bahkan untuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP), hal ini kita wajibkan. Di mana KSP harus menjadi anggota dari sekunder, asosiasi, atau jaringan lainnya. Selama ini banyak KSP yang bergerak sendirian, stand alone, hasilnya kapasitas dan kapabilitas tumbuh secara lambat,” papar Zabadi.
Dengan kerja sama tersebut, koperasi dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya. Di sisi lain kerja sama juga menjadi salah satu prinsip koperasi internasional. Pemerintah akan mengamplifikasi prinsip tersebut dalam pembangunan dan pengembangan koperasi ke depan.
“Melalui kerja sama, banyak hal bisa dilakukan. Swasta saja melakukan co-opetition, koperasi yang tak perlu bersaing antarsesama, bisa sepenuhnya co-operation,” kata Zabadi.
Tidak berhenti di situ, dengan RUU Perkoperasian sebagai perubahan ketiga terhadap UU Nomor 25 Tahun 1992 ini, pemerintah akan merekognisi dan mendorong pengintegrasian melalui apex koperasi. Lembaga apex saat ini telah berkembang alamiah di dalam gerakan koperasi. Dalam RUU ini keberadaan koperasi direkognisi dan diperkuat. Tujuannya agar terbentuk berbagai apex untuk menjawab kebutuhan di lapangan.
“Fungsi apex sangat variatif dan mendukung usaha koperasi. Fungsi itu seperti pooling fund untuk mendukung likuiditas antaranggota, riset dan pengembangan, serta standardisasi pada produk, layanan, merek, pemasaran, teknologi, dan lainnya. Bahkan apex kita libatkan untuk menentukan dapat melakukan pemeriksaan keuangan, pemeringkatan atau penilaian kesehatan, serta pengawasan koperasi dalam jaringan,” tutup Zabadi.
Secara terpisah, Akademisi Universitas Bakrie sekaligus Anggota Tim Asisitensi RUU Perkoperasi Suwandi berpendapat koperasi di Indonesia saat ini masih beroperasi dengan skala usaha kecil disertai SDM dan tata kelola yang sulit untuk maju.
“Sementara pasar dan kebutuhan anggota berubah cepat, pada posisi ini antisipasi koperasi lambat,” ujar Suwandi.
Menurut Suwandi, mengubah tradisi ini bagi koperasi tentu tidak mudah, apalagi semua keputusan mengandung risiko. Namun, pilihannya cuma satu.
“Cooperation built in cooperatives. Koperasi Indonesia, mesti menggerakkan kerja sama antar koperasi meski ini lagu lama. Tugas pemerintah harus endorced terus agar koperasi dari sekadar operation, tapu mampu bekerja secara cooperation,” kata Suwandi.
Suwandi menekankan kemitraan dan investasi juga bisa menjadi salah satu pilihan untuk menguatkan kerja koperasi, meluaskan produksi dan pasar, menekan risiko dan mengembangkan peran partisipasi, membendung residu arus pasar global, serta teknologi digital yang mereduksi peran koperasi.