Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) bersama Notaris melakukan penandatanganan Pakta Integritas untuk mewujudkan LPDB-KUMKM yang berintegritas, transparan, akuntable, serta penerapan prinsip Good Government Governance.
Pakta tersebut berisi, pertama, berkomitmen memberikan pelayanan hukum, khususnya jasa Notaris dan PPAT dalam pembuatan Akta Pengikatan pinjaman/pembiayaan dan jaminan. Juga, membantu mengadakan pengecekan, mendokumentasikan jaminan, pembuatan akta-akta pengalihan hak atau pembebanan hak, dan memberikan pendapat hukum yang diperlukan.
“Kedua, berkomitmen melakukan tugas secara bersih, transparan, profesional, mulai dari penyiapan dokumen, pelaksanaan pengikatan, wajib menjaga kerahasiaan setiap dokumen, termasuk draft-draft perjanjian pinjaman dalam segala bentuk,” kata Direktur Umum dan Hukum LPDB-KUMKM Oetje Koesoema Prasetia, usai acara Focus Group Discussion (FGD) Notaris Mitra Kerja LPDB-KUMKM, di Badung, Bali, Jumat (1/12).
Dijelaskan pula, FGD Notaris kali ini diikuti sekitar 22 Notaris yang berasal dari Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. “Kita ingin terus menjahit hubungan dengan Notaris, khususnya Notaris di Indonesia bagian Timur, untuk bisa saling memberikan informasi dan saling memperbaiki imej,” imbuh Oetje.
Komitmen ketiga adalah tidak akan melakukan praktik Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) dan tidak akan pernah memberikan sesuatu yang dapat dikategorikan sebagai suap atau gratifikasi kepada seluruh jajaran LPDB-KUMKM, maupun pihak terkait dalam bentuk apapun.
“Dan sesuatu yang dapat menguntungkan pribadi atau lembaga-lembaga dari terlaksananya pengikatan pinjaman/pembiayaan ini,” tandas Oetje.
Oleh karena itu, Oetje menegaskan bahwa pihak Notaris atau yang terkait lainnya, jangan pernah memberikan pelayanan berlebihan kepada seluruh jajaran LPDB-KUMKM yang bertugas di lapangan. “Karena, mereka bertugas sudah dibekali untuk semua kebutuhannya, dari transportasi, akomodasi, dan sebagainya,” ungkap Oetje.
Oetje pun mengajak semua pihak terkait untuk bersama-sama mendidik jajarannya menjauh dari praktik-praktik tak patut seperti itu. “Kami selalu membuka komunikasi dengan pihak Notaris, untuk bisa saling melaporkan. Bila ada hal-hal yang kurang berkenan, saya akan tindak,” tegas Oetje.
Bagi Oetje, Notaris merupakan mitra strategis dalam menyalurkan dana bergulir di seluruh Indonesia. “Notaris adalah mitra kami yang menyelamatkan LPDB-KUMKM ketika timbul masalah. Di sisi lain, kami juga berharap agar tupoksi Notaris bisa diselesaikan, khususnya terkait Akta Pengikatan Pinjaman,” tukas Oetje.
Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali I Wayan Ekadina berharap pendampingan dari LPDB-KUMKM lebih ditingkatkan lagi bagi koperasi-koperasi yang berencana mengakses dana bergulir. “Berharap ada kesepakatan yang berdampak positif terhadap ketimpangan koperasi di Bali,” kata Ekadina.
Ekadina menjelaskan, koperasi jenis konsumen yang paling banyak ada di Bali, yaitu sebanyak 3.425 koperasi atau 60% dari total koperasi sebanyak 5.457 koperasi. Paling kecil adalah koperasi pemasaran sekitar 181 koperasi (2%). “Ketimpangan jenis usaha tersebut karena kurangnya permodalan bagi koperasi,” kata Ekadina.
Bahkan, menurut Ekadina, jumlah koperasi yang mengakses dana bergulir dari LPDB-KUMKM juga terbilang masih rendah. Pada 2022, hanya ada 19 koperasi yang bisa mengakses dana bergulir dengan nilai sebesar Rp58,2 miliar. “Tahun ini menurun tajam menjadi 9 koperasi saja yang akses ke LPDB-KUMKM dengan nilai kredit Rp25,7 miliar,” kata Ekadina.
Meski dengan kondisi seperti itu, lanjut Ekadina, pihaknya tidak menuding beratnya proses pengurusan dana bergulir di LPDB-KUMKM sebagai penyebab rendahnya penyaluran dana bergulir. Ekadina lebih mengajak para pengurus koperasi di Bali untuk meningkatkan kualitas dalam mengelola koperasi. Mulai dari tata laksana koperasi, hingga manajemen keuangannya.
“Padahal, Bali memiliki Desa Adat sebagai potensi untuk dikembangkan koperasi. Di Bali sudah ada yang namanya Lembaga Perkreditan Rakyat atau LPD. Tingkat pengembalian masyarakat kepada LPD sangat tinggi. Dengan kepercayaan itu, menjadi peluang untuk menyalurkan dana bergulir,” jelas Ekadina.
Ekadina berharap adanya kemudahan bagi koperasi di Bali untuk mendapatkan dana bergulir, tetapi harus tetap berdasarkan pada regulasi yang ada. “Kita memiliki inkubator bisnis yang kami jadikan sebagai alat melakukan kurasi bagi koperasi yang sedang mencari permodalan. Jadi, kita yang merekomendasikan kepada LPDB-KUMKM koperasi mana yang bisa mendapatkan dana bergulir,” jelas Ekadina.
Dalam kesempatan yang sama, Notaris asal Kota Denpasar bernama I Made Widiada mengingatkan para notaris, khususnya yang ada di Bali, agar berhati-hati atas kepemilikan tanah atau lahan yang dijadikan jaminan (agunan) dalam proses pinjaman/pembiayaan dana bergulir.
“Karena, untuk di Desa Adat, kepemilikan sertifikat tanah disana itu milik Desa Adat, bukan perorangan. Meski warga diperbolehkan untuk memanfaatkan lahan tersebut,” ungkap Widiada.
Widiada mewanti-wanti Notaris bahwa sertifikat tanah milik Desa Adat tidak bisa sembarangan dijadikan sebagai agunan. Kecuali, ada persetujuan dari Forum Agung Desa Adat. “Ini yang suka terjadi di Bali. Hati-hati, agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,” kata Widiada.
Selain itu, Widiada juga memberi peringatan bagi Notaris agar waspada terhadap koperasi yang belum memiliki badan hukum koperasi. “Karena, kita perlu menjaga dengan baik kemitraan dengan LPDB-KUMKM,” kata Widiada.
Oleh karena itu, Widiada berharap Dinas Koperasi dan UKM lebih intensif dalam melakukan pembinaan dan sosialisasi terhadap koperasi-koperasi yang ada. “Masih banyak koperasi yang belum sesuai dengan legalitas yang ada. Ada juga pemikiran bahwa koperasi itu milik Banjar Desa. Padahal, koperasi itu milik para anggota,” ujar Widiada.