Meski saat ini telah memasuki masa kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, namun Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) mencatat belum ada dampak signifikan yang dirasakan oleh para pelaku UMKM.
“Khususnya bagi sebagian besar pelaku UMKM bidang usaha konveksi dan sablon yang memproduksi dan menjual produk atau alat peraga kampanye,” kata Deputi Bidang Usaha Mikro KemenKopUKM Yulius dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (08/01/2024).
Ia mengungkapkan, para pedagang konveksi yang beroperasi di Pasar Tanah Abang dan PD Jaya Pasar Senen Jakarta mengaku mengalami penurunan penjualan produk UMKM untuk kampanye dibandingkan dengan periode Pemilu 2019.
“Kami mewawancara beberapa pedagang di kedua pasar tersebut. Diperoleh informasi bahwa terjadi penurunan omzet penjualan yang cukup drastis dari 40 hingga 90 persen jelang Pemilu 2024 jika dibandingkan dengan Pemilu 2019,” katanya.
Biasanya, pada periode pesta demokrasi atau Pemilu, cenderung terjadi peningkatan omzet alat peraga kampanye yang signifikan. Namun kondisi saat ini berbanding terbalik.
Yulius menduga, kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, pemesanan produk untuk kampanye langsung melalui pelaku usaha mitra dari partai sesuai daerah pemilihan (Dapil).
“Kedua, jangka waktu pemilu yang singkat atau 2,5 bulan sedangkan periode Pemilu sebelumnya 6 bulan. Ketiga, harga penjualan produk untuk kampanye secara online lebih murah. Keempat, tren kampanye yang dilakukan secara online melalui media sosial. Dan terakhir, peserta Pemilu lebih memilih untuk membagikan sembako dibandingkan membagikan kaos,” kata Yulius.
Untuk itu, kata Yulius, beberapa hal yang akan dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan penjualan para pelaku UMKM bidang usaha konveksi dan sablon meliputi, berupaya mendorong partai politik atau calon legislatif yang memiliki ruang lingkup bisnis produk untuk kampanye agar dapat melibatkan pelaku UMKM dalam rantai pasok bisnisnya.
Pemerintah, khususnya KemenKopUKM juga meminta pelaku UMKM untuk memperluas akses pasar di bidang usaha konveksi dan sablon yang memproduksi atau menjual alat kampanye untuk masuk ke dalam ekosistem digital.
“Di mana ke depan, Pemerintah dapat mempermudah pelaku usaha untuk terhubung dalam katalog elektronik atau e-katalog,” katanya.
Kemudian berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan lintas Kementerian/Lembaga (K/L) terkait, untuk mendorong terciptanya marketplace PD Pasar Jaya sebagai wadah pemasaran bagi pelaku UMKM di lingkungan PD Pasar Jaya.
“Kami berharap, seluruh sektor di Pemerintahan, dapat membantu dalam menghidupkan kembali roda perdagangan di kawasan ini,” ucap Yulius.
Ia juga berharap, agar semua pihak untuk ikut menekan peredaran produk impor, dengan mengontrol kualitas dan standar produk secara ketat.
Turun Drastis
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB) Nandi Herdiaman mengatakan, umumnya musim kampanye Pemilu menjadi momen yang ditunggu-tunggu. Lantaran, pembuatan segala atribut kampanye dikerjakan oleh pelaku UKM.
“Sampai saat ini memang ada, bukan tidak ada, ada (pemesanan) tapi masih kurang. Dulu saat musim kampanye tahun 2019, tiga bulan sebelumnya sudah ada order dari 4 juta sampai 15 juta hanya dari partai. Sekarang, jutaan itu enggak sampai. Hanya puluhan ribu saja itu pun bukan dari partai hanya dari caleg,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Nandi mengatakan, biasanya, kampanye juga banyak didukung oleh tim sukses salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. “Mereka membuat pesanan tetapi dadakan dan tidak dalam jumlah besar, waktunya pun mepet. Penjualan kami turun drastis hingga 70 persen dibanding Pemilu 2019,” ujarnya.
IPKB telah membantu mendorong penjualan sejak enam bulan terakhir dengan membekali para anggota atau penjual yang tergabung dalam IKM untuk berjualan secara online.
“Kami juga menggandeng marketplace seperti Shopee untuk membantu para pelaku konveksi bisa tetap berjualan online. Ini upaya kami agar tetap bertahan di era digitalisasi saat ini,” kata Nandi.