Sebagai upaya melindungi UKM Industri otomotif khususnya produsen knalpot, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) bersama stakeholder terkait mengusulkan mereview regulasi yang mengatur tingkat kebisingan produk knalpot.
Deputi Bidang UKM KemenKopUKM, Hanung Harimba Rachman, usai menggelar diskusi dengan perwakilan AKSI dan K/L terkait di kantornya, Jumat (23/2), mengatakan bahwa produk knalpot yang diproduksi oleh Asosiasi Knalpot Seluruh Indonesia (AKSI) sebenarnya sudah menenuhi ketentuan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 56/2019 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor.
Namun pada praktiknya, pengguna knalpot produksi UMKM yang justru telah memenuhu standar kerap dianggap menyalahi aturan dan mengganggu ketertiban. Knalpot yang mereka gunakan itu seringkali disamakan dengan knalpot brong yang tidak standar.
“Produsen yang memproduksi knalpot after market itu sudah mengikuti ketentuan yang berlaku mengenai ambang batas, emisi, dan lainnya. Nah ini kita akan cari jalan keluar supaya aparat mudah memahami mana yang knalpot brong dan mana knalpot yang sesuai ketentuan,” ujar Hanung.
Akibat maraknya penindakan (razia) terhadap pengguna kendaraan dengan knalpot yang dinilai brong tersebut, AKSI merasa dirugikan karena penjualannya anjlok hingga 70 persen, mengakibatkan penghentian produksi hingga terpaksa merumahkan tenaga kerja.
Dengan mereview regulasi yang sudah ada diharapkan ada regulasi baru yang lebih mudah diimplementasikan di lapangan sehingga aparat kepolisian yang bertugas di lapangan dapat membedakan knalpot standar produksi UMKM dan knalpot brong dalam melakukan penindakan. Di sisi lain produsen knalpot tersebut tetap terlindungi sehingga ribuan tenaga kerja tetap bisa bermatapencaharian.
“Tugas utama pemerintah yang paling penting adalah membuat regulasi yang tepat dan benar, nah itu yang akan kita lakukan. Kami akan melihat regulasinya agar dapat dilakukan penyempurnaan sehingga dalam pelaksanaan semakin mempermudah semua termasuk oleh aparat hukum,” ucap Hanung.
Dia berharap pembahasan yang melibatkan stakeholder lintas sektoral terkait regulasi yang mengatur tentang knalpot ini bisa tuntas secepatnya. Dengan begitu UMKM atau industri yang memproduksi knalpot mendapat jaminan kepastian aturan dari pemerintah.
Diakui bahwa saat ini belum ada sertifikasi teknis atau SNI untuk knalpot after market. Sebagai perbandingan, negara tetangga, Filipina telah mengumumkan perubahan standar nasional untuk knalpot motor melalui Undang-Undang Muffler tahun 2022, yang merekomendasikan batas suara sebesar 99 desibel (dB).
Aturan tersebut menetapkan tingkat suara knalpot kendaraan bermotor tidak boleh melebihi 99 dB dan diukur pada putaran mesin 2.000 hingga 2.500 rpm. Oleh sebab itu produsen knalpot dalam negeri dituntut untuk menyesuaikan standar mereka dan memperoleh sertifikasi teknis yang sesuai dengan regulasi ini.
“Dalam rangka pembinaan dan pemberdayaan, kami mendorong agar dapat dikeluarkan standardisasi untuk knalpot after market yang saat ini belum ada, sehingga nantinya akan mudah dibedakan antara knalpot after market yang terstandardisasi dan sesuai regulasi dibandingkan dengan knalpot brong,” kata Hanung.
Hanung juga menegaskan, pihaknya bersama Kementerian/Lembaga terkait telah berkomitmen untuk terus melakukan pembinaan terhadap UMKM atau industri kecil dan menengah (IKM) yang memproduksi komponen otomotif khususnya produk knalpot. Dia berharap UMKM atau IKM tersebut terus dapat tumbuh sehingga kontribusi terhadap perekonomian nasional lebih tinggi.
“Selama regulasi ini direview dan disusun, UMKM ini akan tetap dilindungi dan akan terus kami bina sesuai mandat dari UU Cipta Kerja. Selama belum ada regulasi yang baru kita harap tidak dirazia (pengguna knalpot produksi AKSI),” kata Hanung.
Sementara itu, Ketua AKSI Asep Hendro menegaskan bahwa maraknya razia knalpot brong oleh aparat kepolisian mengakibatkan penjualan knalpotnya anjlok dratis. Hal ini terjadi karena ada salah persepsi terkait knalpot brong. Dia berharap agar regulasi yang baru nanti bisa lebih jelas dan mudah dipahami oleh aparat sehingga tidak terjadi lagi razia yang merugikan pelaku usaha.
“Alhamdulillah KemenKopUKM sudah luar biasa membantu kami dari UMKM mengomunikasikan dengan stakeholder terkait. Dengan tidak adanya aturan baru itu akan sangat berat bagi kami. Mudah-mudahan secepatnya dalam beberapa bulan ini bisa terealisasi (aturan barunya),” kata Asep.
Asep mengungkapkan, maraknya knalpot palsu juga memicu penurunan penjualan produknya. Dia berharap langkah cepat pemerintah dalam melindungi pelaku usaha dengan menerbitkan regulasi yang tepat bisa segera terwujud. Menurutnya tanpa regulasi yang jelas, ribuan tenaga kerja di sektor ini terancam PHK.
“Kalau dalam waktu 2-3 bulan ini tidak ada tindak lanjut, usaha kami bisa gulung tikar. Dari 20 anggota kami saja sudah mempekerjakan 15000 orang, jadi mereka sangat perlu untuk dilindungi,” kata Asep.