Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) bersama para pelaku e-commerce seperti Asosiasi E-Commerce Indonesia (iDEA), Tokopedia, Lazada, Shopee, Blibli, dan Tiktok menyepakati komitmen dalam memberantas praktik thrifting dan perdagangan pakaian bekas impor dalam platform mereka masing-masing.
Deputi Bidang UKM KemenKopUKM Hanung Harimba Rachman mengungkapkan, KemenKopUKM menggelar pertemuan dengan para pelaku e-commerce dan dalam pertemuan tersebut telah disepakati tiga poin komitmen. Pertama, seluruh platform e-commerce meminta kepada seller-nya untuk mematuhi aturan perundang-undangan.
Termasuk Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Di mana pada Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.
“Sudah ada aturan jelas untuk melarang pakaian bekas impor ilegal untuk masuk dan diperdagangkan di Indonesia. Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga secara terbuka melarang penjualan pakaian bekas impor. Karena thrifting ini jelas banyak dampak negatif kepada UMKM lokal hingga berdampak pada lingkungan,” ucap Hanung dalam pertemuan sekaligus diskusi bersama e-commerce di Kantor KemenKopUKM, Jakarta, Kamis (16/3).
Poin kedua, KemenKopUKM meminta, mulai hari ini sudah ada peringatan untuk melakukan take down (menurunkan) para penjual pakaian bekas impor. “Diharapkan pekan depan sudah ada hasilnya. Terutama dalam tautan/link yang dengan gampang saat dilakukan pencarian di internet. Kami harapkan yang seperti ini sudah hilang,” kata Hanung.
Ketiga, jika sudah ada peringatan dari platform e-commerce ke seller namun tak dipatuhi, KemenKopUKM meminta agar akun atau seller tersebut di-blacklist. “Kami meminta platform melakukan take down dan peringatan secara mandiri. Harus ada tim khusus dari idEA untuk mengawasi dan memantau hal ini, dan kemudian melaporkannya kepada KemenKopUKM,” ujarnya.
Hanung menegaskan, pihaknya ingin menyasar pemodal besar dalam hal ini importir pakaian bekas impor ilegal yang sebenarnya berandil besar ketimbang para seller yang basisnya juga merupakan UMKM.
“Importir produsen besar ini yang ingin kita basmi. Kalau membandel diberikan denda mungkin mereka masih bisa membayar denda Rp5 miliar, tapi kalau urusannya pidana bisa di hukum hingga 5 tahun. Meski itu bukan ranah kami, tapi kami berharap hal itu bisa ditegakkan,” tutur Hanung.
Ia juga menekankan bahwa identifikasi keyword (kata kunci) dalam mesin pencari terkait thrifting pakaian bekas impor ilegal di platform e-commerce bisa menjadi cara khusus untuk menemukan para pelaku thrifting yang membandel sehingga bisa segera ditindak dan diatasi.
“Memang tidak mungkin 100 persen hilang. Setidaknya ini sudah berkurang minggu depan. KemenKopUKM juga bersama Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan Bareskrim bekerja sama dalam menindak hal ini,” kata Hanung.
Setelah ini katanya, Pemerintah bersama e-commerce akan terus melakukan evaluasi dan melaporkan kepada Presiden Jokowi. Jika tidak ada tindak lanjut dari pihak e-commerce maupun importir pakaian bekas impor ilegal, pihaknya juga akan melibatkan penegak hukum. “Untuk seterusnya, kita minta arahan dari Pak Menteri Koperasi dan UKM untuk evaluasi tingkat lanjut,” katanya.
Menanggapi kesepakatan ini, Wakil Ketua Umum idEA Budi Primawan menyatakan sepakat dan menegaskan komitmen untuk patuh terhadap aturan Pemerintah dan Perundang-Undangan yang berlaku. Pihaknya juga mengapresiasi langkah KemenKopUKM yang menginisiasi dialog bersama industri, dalam hal ini e-commerce, marketplace, maupun social media commerce.
“Kami sepakat dengan Pemerintah untuk menciptakan industri yang sehat. Terkait masalah thrifting pakaian bekas impor ini memang ada beberapa seller yang melakukan penjualan crossborder yang melakukan penjualan dan pembelian dari dan ke luar negeri. Untuk tipe seller seperti ini kami memastikan sudah ada kontrol dan monitoring,” kata Budi.
Namun kata Budi yang juga menjabat sebagai Vice President Government Affairs Lazada ini, ada tipe seller yang merupakan pemilik usaha yang secara mandiri mengambil pakaian atau berjualan thrifting impor ilegal. Untuk yang seperti ini, ia mengaku sudah ada “term and condition” yang harus mereka sepakati. Pihaknya juga sudah melakukan komunikasi dengan mereka.
“Sebab, tidak semua thrifting itu adalah pakaian impor bekas, ada juga jenis produk lain seperti preloved yang memang ada di dalam negeri. Tetapi bisa kami pastikan, untuk penjual pakaian impor bekas kami langsung lakukan take down. Namun hal itu bergantung pada masing-masing platform. Di Lazada kami memiliki sistem penalti. Jika sudah melanggar berkali-kali kami lakukan blacklist sampai pada NIK (Nomor Induk Kependudukan),” ucapnya.
Public Policy and Government Relations TikTok Marshiella Pandji turut memastikan, pihaknya sudah berkomunikasi dengan internal tim TikTok, khususnya di layanan TikTok Shop untuk melarang penjualan secara live (Live Shopping) thrifting pakaian impor.
“Kami senantiasa mengikuti peraturan perundang-undangan yang ada, tidak memperbolehkan semua produk barang bekas. Saat ini kami juga melakukan identifikasi keyword, seperti kata second, bekas, maupun thrifting pakaian bekas impor,” kata Marshiella.
Diakuinya, hal ini menjadi tantangan yang tak mudah. Karena ketika melakukan take down dan teguran larangan, penjual tidak memberikan tittle (judul) atau keyword terkait atau memiliki variasi, sehingga bisa tetap lolos.
“Untuk itu saat penjual akan onboard, kami sejak awal melakukan identifikasi guna memastikan setelah di-take down oknum-oknum ini tidak ada kemungkinan muncul kembali,” ujarnya.