Dalam mendorong program ketahanan pangan, dan memperbaiki rantai pasok pangan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah terus memperkuat skema pembiayaan berbasis koperasi yang bergerak pada sektor agribisnis pertanian.
Hal ini dilakukan untuk mengembangkan usaha agribisnis berbasis koperasi dengan memperhatikan rantai pasok pangan atau supply chain dan juga rantai nilai atau value chain yang saling terintegrasi dari hulu on farm, hingga ke hilir.
Meningkatnya kebutuhan pangan dalam jumlah besar dengan kualitas yang baik dan permasalahan fluktuasi harga pangan menuntut adanya sistem rantai pasok yang efisien dan terintegrasi dengan baik.
Dalam hal ini, koperasi dapat menjadi solusi yang tepat dalam memperbaiki sistem pasok pangan di Indonesia.
Koperasi dapat memfasilitasi pertemuan antara petani, produsen, distributor dan konsumen, sehingga memungkinkan terciptanya hubungan yang saling menguntungkan bagi semua pihak.
Selain itu, koperasi juga dapat membantu petani dalam meningkatkan produksi, memperbaiki kualitas produk dan memperluas pasar. Dalam hal ini, koperasi dapat berperan sebagai wadah pengembangan dengan transfer knowlegde, terkait benih, pupuk dan alat pertanian yang dibutuhkan oleh petani untuk meningkatkan produktivitas.
Koperasi juga dapat membantu petani dalam mengakses sumber daya yang diperlukan untuk menghasilkan produk pangan berkualitas.
Salah satunya seperti Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Al-Ittifaq di Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang merupakan mitra dari LPDB-KUMKM dan telah mendapatkan pembiayaan dana bergulir dengan prinsip syariah sebesar Rp18,3 miliar sejak tahun 2020.
Presiden Joko Widodo mengatakan, ekosistem bisnis yng dijalankan oleh Kopontren Al-Ittifaq bisa menjadi role model bagi koperasi-koperasi pesantren dalam menjalankan bisnis pertanian yang saling terintegrasi dan menerapkan pola tanam berdasarkan permintaan pasar.
“Perencanaan yang dilakukan di Pondok Pesantren Al-Ittifaq ini betul-betul sangat baik dan bisa dijadikan contoh, bisa dijadikan role model, bisa dijadikan model bisnis yang tinggal difotokopi saja,” tutur Presiden Joko Widodo.
Menurut Presiden, salah satu cara untuk bisa menjalankan bisnis agribisnis pertanian seperti Kopontren Al-Ittifaq, koperasi-koperasi lainnya bisa belajar dan menginduk kepada Kopontren Al-Ittifaq sebagai holding bisnis agribisnis produk pertanian.
“Kopontren lain bisa belajar dan menginduk kepada Kopontren Al-Ittifaq sebagai holding. Saya mengalami hampir tujuh tahun saya dulu menginduk. Belum bisa ekspor, menginduk dulu sebuah industri di Jakarta. Tujuh tahun saya belajar,” kata Presiden RI.
Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM menambahkan, Kopontren Al-Ittifaq dianggap berhasil mengusahakan perbaikan perekonomian masyarakat di sekitarnya, dengan memberdayakan para petani kecil yang memproduksi sayur dan buah-buahan sejak tahun 1997.
“Dalam Pre-Financing ini, koperasi diberikan pembiayaan, dan memastikan koperasi membeli produk pertanian hingga 100 persen, menjadi agregator, serta menyeleksi produk hasil pertanian ke pasar modern,” ujar Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki.
Menteri Teten menjelaskan, pada 2020, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) memberikan solusi pembiayaan, agar Kopontren Al-ittifaq dapat meningkatkan skala usaha dan memperluas rantai pasok pangan melalui skema Pre-Financing.
Direktur Utama LPDB-KUMKM Supomo menjelaskan pembiayaan dana bergulir kepada Kopontren Al-Ittifaq bertujuan untuk mendukung pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terlibat dalam rantai pasok pangan produk pertanian.
“Melalui koperasi, para pelaku usaha di sektor pertanian dan pangan dapat memperoleh akses pembiayaan dengan tarif yang terjangkau, dan jangka waktu yang fleksibel,” kata Supomo di Kopontren Al-Ittifaq, Jawa Barat.
Selain itu, Supomo menambahkan, pembiayaan dana bergulir dari LPDB-KUMKM juga digunakan sebagai modal kerja Kopontren Al-Ittifaq untuk pengembangan ekosistem usaha agribisnis, dan juga investasi pembangunan greenhouse yang mendukung program ketahanan pangan pemerintah.
“Dengan skema ini, diharapkan para pelaku usaha di sektor pertanian dan pangan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produk, serta meningkatkan akses pasar dan pendapatan. Selain itu, skema ini juga akan meningkatkan peran koperasi sebagai offtaker dan agregator yang mendukung perekonomian para petani yang terlibat dalam rantai pasok pangan tersebut,” tambah Supomo.
Pembangunan koperasi pertanian berbasis rantai nilai agribisnis mengintegrasikan keterjaminan ketahanan dan kemandirian pangan melalui keterjaminan rantai pasok (supply chain) dengan rantai nilai (value chain), sehingga distribusi produk pertanian dari produsen (petani) sampai konsumen mampu memberikan nilai tambah yang lebih baik bagi setiap pelaku bisnis pertanian baik off-farm maupun pebisnis on-farm dan konsumen.
“Kopontren Al-Ittifaq saat ini telah menjalankan ekosistem rantai pasok pangan berbasis koperasi yang memiliki nilai tambah mulai dari produksi, distribusi, hingga pemasaran. Kopontren Al-Ittifaq didukung dengan rantai pasok pangan produk pertanian dari 37 pondok pesantren di Jawa Barat, 26 pondok pesantren di Lampung, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur yang menghasilkan 126 varietas komoditas unggulan yang didstribusikan kepada modern market, industri horeca (hotel, restoran, dan catering) secara online maupun offline,” kata Supomo.
Supomo meyakini, kedepan dengan penguatan kelembagaan koperasi pertanian melalui pengelolaan rantainilai agribisnis yang didukung oleh pengembangan berbagai teknologi berbasis digital, koperasi agribisnis bisa berperan lebih dalam mendukung ketahanan pangan, tetapi juga peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menurutnya, dalam upaya memperbaiki rantai pasok pangan di Indonesia, koperasi juga dapat berkolaborasi dengan berbagai pihak terkait, seperti pemerintah, organisasi masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat.
Hal ini akan memperkuat peran koperasi dalam mengembangkan usaha pangan dan menciptakan sistem pasok yang efisien, transparan dan berkelanjutan.
“Melalui kolaborasi yang baik antara koperasi dan petani, maka akan tercipta kemandirian petani dalam mengelola usaha mereka dan meningkatkan pendapatan mereka. Hal ini tentu saja akan berdampak positif terhadap perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.