Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menggelar National Kick-off Meeting ASEAN SME Policy Index (ASPI) 2022-2024 dalam rangka sosialisasi terkait manfaat dan implementasi project ASPI di Indonesia.
Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga KemenKopUKM Luhur Pradjarto mengatakan, untuk memperkuat kebijakan untuk UMKM di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia, saat ini tengah disusun ASPI 2022-2024.
“ASPI merupakan hal yang krusial untuk mampu mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan implementasi kebijakan, serta memetakan area kebijakan yang perlu direformasi di masa mendatang demi keberhasilan pembangunan UMKM Indonesia,” katanya dalam acara National Kick-Off Meeting ASEAN SME Policy Index 2022-2024 di Jakarta, Kamis (26/1).
Sebagai salah satu wilayah dengan pertumbuhan tercepat di dunia, Asia Tenggara telah secara luas merangkul pertumbuhan model berdasarkan perdagangan internasional, investasi asing, integrasi ke dalam regional dan rantai nilai global.
Pendekatan ini membuka peluang penting bagi UMKM, tetapi itu juga berarti bahwa UMKM harus meningkatkan daya saingnya jika ingin bertahan dan tumbuh di pasar yang sangat kompetitif. UMKM termasuk kontributor penting untuk lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif di seluruh dunia, termasuk di Asia Tenggara.
Lebih lanjut, berdasarkan ASEAN SME Policy Index 2018: Boosting Competitiveness and Inclusive Growth, Indonesia mendapatkan skor indeks sebesar 4,11 dan berada di peringkat keempat, setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Kebijakan UKM Indonesia dinilai memiliki sejumlah keunggulan pada kebijakan dimensi akses pasar dan internasionalisasi dan pada dimensi keahlian dan pendidikan kewirausahaan.
Meski memiliki berbagai keunggulan, Luhur menambahkan bahwa isu koordinasi dan sinergi antar kementerian atau lembaga (K/L) menjadi tantangan yang harus diatasi bersama, tugas dan tanggung jawab pembinaan UMKM tidak hanya dilakukan oleh KemenKopUKM, namun juga oleh sejumlah K/L lainnya, mengingat isu UMKM tersebar dan menjadi kewenangan 27 K/L lainnya.
“Untuk itu, dalam kesempatan ini kami mengajak semua stakeholder untuk bekerja sama berkolaborasi mendukung kesuksesan penyusunan ASPI 2022-2024 secara efektif, efisien, akurat, dan tepat waktu,” kata Luhur.
Di tempat yang sama, Kepala Biro Hukum dan Kerja sama KemenKopUKM Henra Saragih menegaskan, ASPI 2022-2024 merupakan fase ketiga dari ASPI. Proses penyusunan ASPI dapat dikatakan sebagai proses yang cukup menantang, untuk itu pertemuan ini dapat dijadikan sarana untuk memperoleh informasi langsung mengenai pengisian Assesment Grid dan memahami 8 dimensi beserta elemen-elemen baru yang menjadi fokus ASPI 2022-2024.
“Berdasarkan catatan kami pada pelaksanaan ASPI 2018, kami menyadari berbagai tantangan yang dihadapi dalam penyusunannya yang melibatkan berbagai K/L. Agar menghasilkan indeks yang representatif, tepat dan terkini, maka diperlukan bantuan dan kerja sama dari K/L terkait,” ujar Henra.
“Pada kesempatan ini, kami ingin sampaikan kepada para perwakilan Kementerian/Lembaga yang hadir, agar dapat bekerja sama untuk membantu pelaksanaan ASPI 2022-2024. Kami berharap program ini dapat menghasilkan indeks penyusunan kebijakan UMKM nasional yang dijadikan parameter tolak ukur kemajuan penyusunan kebijakan UMKM Indonesia dengan negara ASEAN lainnya,” katanya.
Jika dilihat dari 8 dimensi penilaian ASPI 2022-2024, hasil indeks yang dihasilkan tidak hanya dapat menjadi pembanding bagi negara terlibat. Pada level nasional, indeks yang dihasilkan dapat menjadi instrumen evaluasi agar kita dapat terus meningkatkan kualitas penyusunan kebijakan UMKM nasional sekaligus meningkatkan kapasitas para pembuat kebijakan agar dapat menghasilkan kebijakan UMKM yang tepat.
“Pada tahap ini, kita dapat saling belajar tentang kelebihan/best practice dari negara lainya sekaligus mengidentifikasi titik lemah dari kebijakan yang ada,” kata Henra.
Menurutnya, hal-hal tersebut menjadi krusial saat ini, terlebih pada saat pandemi COVID-19 yang telah terjadi 2 tahun ke belakang telah memberi dampak yang sangat signifikan bagi perekonomian dunia tak terkecuali Indonesia, dengan UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian dengan 64 juta pelaku usahanya.
Selain itu, di tahun 2023 banyak pengamat memberi pandangan bayang-bayang inflasi dunia sebagai dampak situasi global yang dinamis dan penuh ketidakpastian. Dua kondisi tersebut menimbulkan tuntutan untuk menyusun kebijakan yang tepat bagi UMKM.