Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) berkolaborasi dengan Pengurus Pusat (PP) Aisyiyah memperkuat pemberdayaan ekonomi umat, khususnya bagi kaum perempuan, dengan membangun ekosistem bisnis yang mendukung dari mulai produksi, pembiayaan, hingga keberadaan offtaker.
“Seperti halnya yang sudah dilakukan Grameen Bank di Bangladesh, yang juga berbasis ribuan wirausaha dari kalangan para ibu,” kata MenkopUKM, Teten Masduki, usai acara penandatanganan MoU pemberdayaan UMKM perempuan antara KemenkopUKM dengan PP Aisyiyah di Kampus Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Selasa (10/9).
Menteri Teten mengutip hasil survei yang menyebutkan bahwa kaum perempuan lebih tangguh dibanding laki-laki dalam berwirausaha. “Kaum perempuan jauh lebih mempunyai daya tahan, serta lebih sustain,” ucap Menteri Teten.
Menurut BPS (2021), sebanyak 64,5 persen dari total UMKM di Indonesia dikelola kaum perempuan, dengan sektor usaha mikro di dalamnya lebih banyak digeluti kaum perempuan.
Selain itu, berdasarkan riset dari Sasakawa Peace Foundation & Dalberg juga tercatat bahwa persentase pelaku wirausaha perempuan di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 21 persen.
“Hal ini menjadi peluang untuk mengembangkan wirausaha perempuan, khususnya di era globalisasi dan teknologi informasi,” ucap MenkopUKM.
Terkait pembiayaan untuk wirausaha perempuan, MenkopUKM menyebut program Mekaar dari PT Permodalan Nasional Madani (PNM), sebuah lembaga pembiayaan untuk usaha mikro milik pemerintah. “Ini bisa dimanfaatkan bagi para ibu yang ingin memiliki usaha. Bahkan, nasabah Mekaar sudah mencapai 15 juta orang,” kata Menteri Teten.
MenkopUKM berharap, gerakan ekonomi Aisyiyah dapat lebih menumbuhkan para pelaku wirausaha perempuan yang produktif, mandiri, dan mampu bersaing di pasar global. Tak lupa, memperkuat koperasi menjadi lokomotif penarik (aggregator) dan penggerak (akselerator) UMKM.
Lebih dari itu, Menteri Teten menyebut peran koperasi menjadi sangat penting untuk melengkapi ekosistem usaha rakyat atau UMKM, agar dapat terhubung dan menjadi bagian untuk memperkuat rantai pasok industri nasional.
“Berkoperasi itu keharusan agar para pelaku UMKM fokus pada peningkatkan kualitas produksi, sedangkan urusan lain seperti penyediaan bahan baku dan pemasaran produk menjadi urusan koperasi,” kata MenKopUKM.
Sementara itu, Ketua Umum PP Aisyiyah Salmah Orbaniyah menilai bahwa MoU tersebut teramat penting karena bakal memperkuat langkah-langkah pemberdayaan UMKM perempuan melalui pendampingan usaha dan pelatihan agar bisa memiliki daya saing.
“Kita fokus pada pemberdayaan ekonomi perempuan Indonesia berbasis komunitas, khususnya warga Aisyiyah. Tujuannya, supaya mereka bisa mengembangkan usaha yang berujung pada peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat,” kata Salmah.
Salmah menambahkan, Aisyiyah memiliki program yang mereka sebut BUEKA atau Bina Usaha Ekonomi Keluarga ‘Aisyiyah). Sebagai gerakan pemberdayaan ekonomi umat, BUEKA dimaksudkan untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan melalui pengembangan UMKM.
Kini, di seluruh Indonesia, terdapat sedikitnya 3.200 BUEKA. Secara konsep, pemberdayaan BUEKA berbasis komunitas. “Aisyiyah di setiap daerah atau kampung-kampung memberikan pendampingan kepada ibu-ibu di tempat itu untuk memaksimalkan potensi yang mereka punya,” ucap Salmah.
Selain memproduksi aneka macam produk, BUEKA juga melakukan pendampingan dalam pengurusan perizinan usaha barang dan jasa, hingga sertifikat produk pangan industri rumah tangga (PIRT) sebagai jaminan mutu produk.
Dalam usaha itu, Aisyiyah mendampingi mereka untuk menumbuhkan wawasan, kreativitas, problem solving, dan inovasi yang semuanya menghasilkan produk yang bersifat ekonomis.
“Aisyiyah juga memandu mereka memahami peta ekonomi dari hulu ke hilir, serta memfasilitasi permodalan dari Koperasi Aisyiyah,” ujar Salmah.