Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menekankan pentingnya peran agregator perusahaan besar yang selama ini sudah banyak berkontribusi dalam mengkonsolidasikan para pelaku UMKM untuk menembus pasar ekspor, khususnya di sektor kriya dan wastra.
Dalam rangkaian Cerita Kriya yang diselenggarakan oleh Dekranas dan KemenKopUKM di Bali, dihadirkan sejumlah perusahaan sekaligus agregator yang menjadi best practice membawa produk UMKM ekspor. Sebut saja PT Sarinah Indonesia (Persero), Alun-Alun Indonesia, Out of Asia, hingga Du’Anyam, yang membagikan strategi sukses mereka dalam mengantarkan UMKM naik kelas ke pasar ekspor global.
Terkait hal ini, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menekankan, untuk mengembangkan kriya dan wastra memang tak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Oleh karena itu kehadiran agregator sangat diperlukan dalam mewujudkan UMKM ekspor dan agar UMKM berdaya saing tinggi.
“Saya kira apa yang sudah kita lakukan on the track. Konsolidasi dan koneksikan UMKM dengan market, serta pembiayaan tergabung untuk membangun seluruh ekosistem yang dibutuhkan,” kata MenKopUKM Teten Masduki dalam diskusi panel Cerita Kriya bertajuk ‘Akselerasi Kriya: Strategi dan Konsolidasi UMKM Naik Kelas Pasar Ekspor’ di Gedung Art Bali, Bali Collection, The Nusa Dua, Kamis (8/9).
Teten melanjutkan, ia tidak ingin UMKM hanya sekadar bertahan, namun bisa terus tumbuh dan berkembang. Indonesia memiliki kekuatan sumber daya manusia (SDM) yang inovatif dalam menciptakan suatu produk. “Saya sudah keliling daerah, sebagian besar para pelaku UMKM punya spirit untuk tumbuh dan bersaing,” ujarnya.
Sementara itu, Presiden Direktur Out of Asia Handaka Santosa membagikan pengalamannya dalam membangun Out of Asia sejak 15 tahun lalu, dan telah malang melintang di dunia ekspor produk-produk kerajinan tangan ke berbagai negara bahkan hampir di lima benua. Saat ini, Out of Asia juga telah menggandeng lebih dari 10.000 perajin dari empat pulau di Indonesia (Sumatra, Jawa, Bali, dan NTT).
“Out of Asia merupakan bagian dari MAP yang 100 persen usahanya ekspor. Kalau orang tahunya MAP itu Zara, Sogo, dan lainnya, Out of Asia justru hadir menjadi agregator produk kerajinan dalam negeri khususnya UMKM, yang kemudian dipasarkan ke luar negeri,” ucap Handaka.
Beberapa produk yang diekspor Out of Asia seperti kerajinan kayu dan enceng gondok. Produk-produk hasil olahan perajin ini juga dipamerkan di salah satu jaringan ritel MAP global seperti Zara Home Store dan beberapa instalasi target store vas kayu maupun keranjang di berbagai negara.
“Produk yang kami kurasi dari UMKM ini telah diekspor ke lebih dari 5.000 toko di 5 benua. Para pembelinya itu H&M Home, Marks and Spencer, Zara Home, The Body Shop, Dunelm, L&M Home, Pottery Barn, World Market, dan masih banyak lagi,” kata Handaka.
Out of Asia katanya, berkomitmen untuk memberdayakan potensi masyarakat dan UMKM dengan melakukan beberapa pelatihan pembuatan barang kerajinan untuk tujuan ekspor di beberapa wilayah. Seperti Kroya, Grobogan, Lombok, Kebumen, dan beberapa daerah di seputar Yogyakarta.
Di mana sasaran utamanya adalah masyarakat berpenghasilan rendah. Diharapkan program pelatihan tersebut akan meningkatkan penghasilan dan ekonomi rumah tangga mereka. “Kami selalu membuka diri terhadap apa yang kami bisa lakukan lebih lagi, bagi kemajuan UKM yang ada di Indonesia,” ucap Handaka.
Selanjutnya, Direktur Alun Alun Indonesia Kreasi Catharina Widjaja menceritakan, Alun Alun Indonesia merupakan retail modern yang mempunyai konsep one stop shopping experience, dengan suasana dan sentuhan budaya Indonesia.
Alun-Alun Indonesia menawarkan berbagai produk Indonesia yang berkualitas mulai dari produk fesyen, aksesoris, aneka kain nusantara, produk living, perhiasan, aneka produk spa, ragam produk antik, aneka makanan olahan, dan produk kriya lainnya. Total sekitar 80 persen merupakan produk UMKM dari perajin perempuan.
Di Jakarta, Alun-Alun Indonesia bisa dikunjungi di Grand Indonesia West Mall Level 3 dan Hotel Indonesia Kempinski. Sementara di Bali terdapat di SOGO Bali Collection.
“Akhir tahun ini, kami akan membuka satu toko di Hainan, China di mana kawasan Hainan ini mirip dengan Bali. Di sana kami akan membawa produk UMKM yang sudah dikurasi. Strategi kami dalam ekspor UMKM adalah dengan mengkurasi dan menyiapkan mereka cocok di tempatkan di negara tersebut. Memberi informasi dan pengetahuan, apa saja yang sedang dibutuhkan pasar,” katanya.
Kurasi dan Pendampingan
Direktur Utama Sarinah Indonesia Fetty Kwartati yang dianggap telah sukses melakukan berbagai transformasi, memastikan saat ini produk yang dijual di Sarinah 100 persen lokal. Menurutnya, dari awal Sarinah memang dibangun dengan tujuan membantu ekonomi rakyat dan mendorong UMKM naik kelas.
“Untuk itu kami terus menggandeng KemenKopUKM untuk mengurusi yang di hulu, sedangkan kami urus yang di hilirnya,” kata Fetty.
Tujuan transformasi yang dilakukan, kata Fetty, membuat Sarinah bukan lagi sebagai agregator saja bahkan menjadi super agregator yang memiliki brand pemersatu di Indonesia. “Sarinah bukan hanya pusat belanja, tapi Sarinah adalah gerakan formalitas Bangga Buatan Indonesia (BBI). Sarinah tak hanya hadir domestik tapi juga mancanegara,” katanya.
Fetty melanjutkan, Sarinah kini menjadi wajah modern Indonesia yang membangun ekosistem pengembangan UMKM unggulan Tanah Air menuju future retail modern dan pasar global. Tak hanya itu, Sarinah juga menyebut dirinya sebagai Community Mall yang menjadi melting pot untuk lintas generasi.
Dalam menerapkan strategi mendorong ekspor UMKM, kata Fetty, Sarinah sebagai retail operator menaungi jenama lokal unggulan melalui optimalisasi operasional ritel yang terintegrasi dan membentuk interaksi personalized customer experience.
Tak hanya itu, Sarinah juga menjadi retail operator untuk BUMN dan stakeholder lainnya. Sehingga dari sisi pembiayaan, Sarinah didukung pembiayaan oleh BUMN lain mulai dari LPEI hingga Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), serta memberikan pembinaan UMKM khususnya di bidang retail management, branding, hingga visualisasi produk.
Setelah transformasi, Sarinah kini dikunjungi 20.000-30.000 orang saat weekday, dan 40.000 pengunjung saat weekend.
Tak ingin ketinggalan, Co Founder Du’Anyam Hanna Keraf hadir menjadi usaha sosial (social enterprise) bidang kriya yang unggul karena sistem rantai pasok (supply chain) yang kuat dan terpadu bagi 1.400 lebih perajin yang telah dilatih di 54 desa yang berada di NTT, Papua, dan Kalimantan Selatan.
“Sebanyak 200 ribu produk anyaman khas kami telah terjual kepada lebih dari 500 pembeli yang berasal dari korporat dan hotel (business to business/B2B). Tak heran rata-rata peningkatan pendapatan perajin tumbuh 40 persen dan 105 persen terjadi peningkatan pendapatan penganyam,” kata Hanna.
Tahun depan kata Hanna, produk anyaman dari Flores rencananya akan diekspor meski jumlahnya memang belum terlalu banyak, mengingat sekitar 80 persen pembelinya masih datang dari pasar domestik. Du’Anyam menyasar pasar workshop, seminar (untuk keperluan godie bag), terutama amenities yang bisa dipasok oleh produk anyaman, sehingga tak heran anyaman bisa masuk ke berbagai segmen pembeli.
Di kesempatan yang sama, Direktur Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia (BI) Elsya Chani menyatakan, proses melakukan ekspor memang tidaklah mudah bagi UMKM secara individual. Itu mengapa diperlukan peran dari perusahaan atau lembaga besar sebagai agregator untuk hadir membantu.
“Ada kompleksitas dalam ekspor, maka dibutuhkan bantuan dari semua pihak agar ekspor UMKM berjalan baik. Dan yang paling penting adalah kurasi, literasi, dan pendampingan UMKM sebelum mampu melakukan ekspor secara mandiri,” kata Elsya.
Di satu sisi, BI juga telah meluncurkan BI Fast yang membuat tarif transfer antar bank menjadi sangat murah hanya dipatok seharga Rp 2.500 per transaksi. Di mana salah satu tujuannya adalah mendorong UMKM tak ragu lagi untuk go digital dengan melakukan pembayaran melalui QRIS.