Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengapresiasi seluruh pihak dan peserta dari negara-negara di ASEAN, yang turut mendukung terselenggaranya Side Event of The 6Th ASEAN Inclusive Business Summit.
“Kehadiran bersama di side event tersebut, menandakan komitmen komunitas ASEAN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan membangun masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan untuk semua pihak,” ucapnya saat memberikan closing remarks dalam agenda Side Event of 6Th ASEAN Inclusive Business Summit 2023 yang mengusung tema ‘Collaboration For A More Inclusive ASEAN’ di Nusa Dua, Bali, Selasa (22/8).
Menurut Menteri Teten, salah satu tantangan dalam mempromosikan model Bisnis Inklusif (IB) utama di ASEAN adalah kurangnya kesadaran mengenai bisnis inklusif secara luas.
“Untuk itu, acara ini dapat meningkatkan kesadaran, memfasilitasi kemitraan strategis, dan menggerakkan sumber daya untuk mengatasi masalah ini,” katanya.
Hasil dari acara ini mencerminkan tonggak kritis dalam perjalanan kita menuju praktik bisnis inklusif dan bertanggung jawab. Ketika kita berusaha untuk memperkuat keterlibatan Organisasi Masyarakat Sipil dan Organisasi Hak Perempuan dalam mempengaruhi komitmen dan kebijakan.
Ia mengatakan, semua pihak harus mengakui peran penting yang mereka mainkan dalam mempromosikan tanggung jawab sosial dan lingkungan, kesetaraan gender, dan pemberdayaan masyarakat.
“Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menjadi tulang punggung ekonomi kita. Mereka mewakili semangat wirausaha, mendorong inovasi, menciptakan lapangan kerja, dan diversifikasi ekonomi,” kata MenKopUKM.
Untuk itu, penting bagi semua pihak untuk memberdayakan entitas usaha ini, memastikan mereka memiliki akses terhadap sumber daya, teknologi, dan pengetahuan, serta menciptakan lingkungan yang memfasilitasi pertumbuhan mereka.
Inklusivitas dalam bisnis berarti merangkul keragaman dan memberikan kesempatan bagi komunitas yang terabaikan untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam kegiatan ekonomi.
“Dengan mempromosikan prinsip-prinsip bisnis inklusif, kita dapat memastikan manfaat dari pertumbuhan ekonomi mencapai seluruh lapisan masyarakat kita, terutama mereka yang telah terabaikan secara historis,” yakin Teten.
MenKopUKM menegaskan, semua pihak yang terlibat untuk mendorong pendekatan kolaboratif, melibatkan pemerintah, pelaku sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, dan organisasi yang memperjuangkan hak perempuan.
Bersama-sama dapat menciptakan kebijakan dan inisiatif yang mengatasi tantangan di zaman ini. Seperti perubahan iklim, ketimpangan, dan kemiskinan.
“Kemitraan antara sektor publik dan swasta menjadi kunci dalam mendorong inovasi, memanfaatkan sumber daya, dan meningkatkan praktik bisnis inklusif dan bertanggung jawab,” tegas Menteri Teten.
Melalui acara ini, MenKopUKM turut mengajak berbagai pihak untuk berkomitmen terhadap nilai-nilai inklusivitas dan tanggung jawab.
“Mari kita berjuang untuk menciptakan lanskap bisnis di mana setiap entitas-usaha, besar atau kecil, berperan dalam menciptakan ASEAN yang lebih adil, berkelanjutan, dan makmur bagi semua,” ucap Teten.
MenKopUKM turut menantikan aksi nyata dalam membentuk kebijakan dan inisiatif untuk masa depan masyarakat ASEAN. Bersama-sama, dapat membangun wilayah ASEAN yang tidak hanya mencapai pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, tetapi juga memastikan manfaat dari pertumbuhan ini dapat dirasakan secara adil oleh seluruh warganya.
Rekomendasi Komunitas ASEAN
Organisasi Masyarakat Sipil dan Organisasi Hak Perempuan (WROs) menyampaikan 8 rekomendasi. Pertama, Deputy Director of PRAKARSA Victoria Fanggidae mengatakan kepada Pemimpin ASEAN untuk bekerja bersama dengan komunitas, petani skala kecil, perempuan pemilik usaha untuk menjalankan dan mengembangkan model bisnis yang disesuaikan dengan konteks di wilayah tersebut.
“Khususnya dengan melibatkan mereka dalam proses pembuatan kebijakan, untuk memperkuat peran dan kapasitas koperasi dalam rantai nilai,” kata Victoria.
Selanjutnya, Victoria menyampaikan, kepada Pemimpin ASEAN untuk menerapkan kebijakan praktik Bisnis Inklusif dan Bertanggung Jawab yang mengintegrasikan komunitas rentan dan berpenghasilan rendah ke dalam rantai nilai bisnis.
Ketiga Kepada Pemimpin ASEAN untuk melibatkan Organisasi Masyarakat Sipil secara bermakna, terutama dalam membentuk alat pengukuran dampak yang transparan dan terstandarisasi serta kerangka pelaporan.
“Keempat, Kepada Pemimpin ASEAN untuk mendirikan mekanisme pendanaan jangka panjang dan khusus atau instrumen keuangan yang menyediakan modal terjangkau untuk inisiatif bisnis inklusif dan bertanggung jawab,” tuturnya.
Kelima, Kepada Pemimpin ASEAN untuk memperkuat komitmen Negara Anggota ASEAN untuk menciptakan lingkungan yang mendukung bagi sektor swasta, wiraswasta, dan komunitas untuk mengadopsi dan berbagi inovasi teknologi di seluruh Kawasan.
Keenam, Kepada Pemimpin ASEAN untuk mendorong kerja sama lintas kementerian sektor dan lembaga pemerintah untuk memberikan dukungan terhadap care economy yang akan meningkatkan dan memperluas partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi.
“Kepada Pemimpin ASEAN untuk memperkuat kualitas dan ketersediaan data tentang Usaha Kecil Menengah (UKM) dan care economy agar data tersebut dapat digunakan untuk mendorong pengakuan care work dan untuk pertimbangan pembuatan kebijakan di tingkat nasional maupun regional,” ucapnya.
Terakhir, Kepada Pemimpin ASEAN untuk melaksanakan inisiatif uji coba di berbagai negara untuk mendorong model bisnis inklusif dan bertanggung jawab yang disesuaikan dengan konteks negara-negara ASEAN.
Dalam kesempatan tersebut, juga disampaikan sejumlah rekomendasi lain dari 59 Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dari berbagai negara ASEAN yang berkumpul di Nusa Dua Bali dalam acara side event tersebut. Event ini diinisiasi oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Perkumpulan Prakarsa, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Asosiasi Pendamping Usaha Kecil Perempuan (ASPPUK), dan Oxfam di Indonesia.
Berbagai rekomendasi telah dihasilkan dari rangkaian diskusi yang dihadiri oleh 93 peserta dari Indonesia, Kamboja, Singapura, Laos, Thailand, Filipina, Vietnam, Myanmar, dan Timor Leste tersebut dan dituangkan pada Komunike yang diserahkan langsung pada MenKopUKM.
Sementara itu, Direktur Regional Oxfam di Asia John Samuel menambahkan, langkah ini juga perlu dilakukan dengan menyertakan pengalaman OMS dan praktik terbaik dalam mempromosikan kolaborasi dan pembelajaran lintas negara dalam Inclusive Business Knowledge Hub yang akan diinisiasi oleh pemerintah Indonesia dalam ASEAN IB Summit ke-6 tahun 2023.
“Selain itu, untuk memastikan prinsip bisnis inklusif ini terealisasikan di ASEAN, kita semua perlu memastikan adanya pelibatan dan partisipasi yang bermakna dari berbagai pemangku kepentingan. Mulai dari Pemerintah, sektor swasta, OMS, Organisasi Pendukung Hak-Hak Perempuan, petani, nelayan, serta careworker dan caregiver,” ucapnya.