Badan Standarisasi Nasional (BSN) menyerahkan dokumen SNI 9098:2022 Minyak Makan Merah kepada Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM), sebagai acuan bagi para pelaku usaha pada Program Nasional Minyak Makan Merah yang tergabung dalam Koperasi Petani Sawit untuk memproduksi minyak makan merah sesuai standar yang ditetapkan.
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan, dengan dikeluarkannya SNI ini, tidak perlu lagi ada yang meragukan minyak makan merah ini layak dikonsumsi atau tidak.
“Jadi sudah lengkap dan kita akan groundbreaking di pekan ketiga atau keempat Oktober 2022. Produksi diharapkan Januari 2023 untuk tiga piloting di tiga wilayah. Seperti di Kalimantan Tengah (Kalteng), Kalimantan Selatan (Kalsel), dan Sumatera (Riau, Jambi, dan Bengkulu),” kata MenKopUKM Teten Masduki di acara audiensi bersama BSN dalam rangka Menyampaikan Dokumen SNI 9098:2022 Minyak Makan Merah, di Kantor KemenKopUKM, Jakarta, Selasa (4/10).
Audiensi tersebut dihadiri Kepala BSN Kukuh S Achmad, Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi, Staf Khusus Menteri Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan KemenKopUKM Riza Damanik, beserta Deputi BSN.
Menurut MenKopUKM Teten, SNI Minyak Makan Merah hanya dikeluarkan untuk produksi koperasi petani sawit. Sebagaimana afirmasi awal yakni untuk meningkatkan kesejahteraan petani sawit.
“Setelah DED (Detail Engineering Design) selesai, sekarang dalam tahap PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) pembuatannya. Sehingga paralel juga izin lokasi digarap. Insya Allah Januari 2023 tidak akan mundur produksi. Ini sudah banyak untuk produksi minyak makan merah,” kata Teten.
Tak hanya itu, adanya SNI Minyak Makan Merah ini selanjutnya akan menunggu izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menteri Teten menyebut, sejak awal BPOM sudah terlibat langsung sejak pembuatan DED menyangkut higienitas, serta keamanan pangan.
“Dari mulai jenis logam mesin yang digunakan sampai tidak boleh ada lekukan detail pun sedemikian rupa diatur. Jadi Insya Allah kalau dari awal desain pabrik, permesinannya sampai material yang dipakai Insya Allah izin edar tidak ada kesulitan by design semua,” ucapnya.
Pembangunan pabrik oleh petani koperasi sawit ini diharapkan bisa lebih murah dan efisien dari sisi biaya logistiknya, karena pabrik terintegrasi dekat suplai Tandan Buah Segar (TBS) sawit. “Diharapkan kalau produksi 10 ton per hari dari 1.000 hektare bisa diserap di dua kecamatan,” kata Menteri Teten.
Sementara itu Kepala BSN Kukuh S Achmad mengaku bersyukur karena pihaknya mampu menyelesaikan tugas khusus dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dokumen SNI untuk menjadi acuan para pelaku usaha dalam Program Nasional kepada Koperasi Petani Sawit.
“Namun tak cukup hanya di SNI ini saja, juga perlu pembinaan oleh Pemerintah, sesuai standar juga sertifikasi, pengujian laboratorium, BSN menyiapkan laboratorium lembaga sertifikasi yang kompeten, untuk melakukan pengujian minyak makan merah, dalam membuat SNI menggunakan azas konsensus untuk menyusun standar berbasis konsensus dan kesepakatan stakeholder,” kata Kukuh.
Kukuh mengatakan, dalam konsensus tersebut, BSN membagi klaster menjadi empat kelompok yakni, Pemerintah, industri asosiasi, kelompok pakar (akademisi), dan konsumen.
“Keempat stakeholder ini sudah kompak, Alhamdulillah SNI ini sudah tepat waktu, dan sesuai dengan target Presiden Jokowi,” ucapnya.
Kukuh menjelaskan, pemberlakuan SNI begitu ditetapkan penerapannya sukarela. Namun untuk kepentingan kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan dan kepentingan nasional, SNI bisa diwajibkan.
“Namun itu tergantung Kementerian yang mengatur produk itu. Karena BSN bukan regulator, kita sediakan infrastrukturnya. Kalau ke depannya SNI diwajibkan, maka semua minyak makan merah yang beredar harus sesuai SNI,” kata Kukuh.
Sementara untuk pengawasan peredarannya nanti di pasar, merupakan kewenangan Kemendag. “Mereka juga hand in hand dengan BSN. Apalagi kalau diwajibkan, Kemendag siap mengawasi,” ucapnya.