Sejumlah nama terus bermunculan memperkenalkan diri ke publik NTT sebagai bakal calon gubernur/dan wakil gubernur. Mereka hadir membawa sejumlah gagasan dan konsep membangun NTT agar keluar dari beragam predikat buruk yang selama ini melekat pada daerah dengan sejuta potensi pariwisata itu.
Pilkada serentak menjadi momen krusial bagi warga NTT untuk menjaring dan menentukan pemimpin yang tepat dalam memimpin dan mengelola potensi serta mampu mengatasi berbagai persoalan daerah yang kerap dipelesetkan menjadi “Nanti Tuhan Tolong” itu lima tahun ke depan.
Dalam diskusi yang digagas media BULIR.ID bertema “Proyeksi Pembangunan NTT 5 Tahun ke Depan”, para narasumber menyampaikan sejumlah kriteria menjadi pemimpin NTT yang tepat lima tahun ke depan.
Kriteria ini menjadi syarat dan kapasitas kunci yang dimiliki masing-masing calon pemimpin agar berhasil mengatasi berbagai persoalan yang ada dan berhasil membawa NTT keluar dari predikat buruk yang selama ini melekat.
Diketahui, diskusi ini menghadirkan Dr. (c) MM Ardy Mbalembout selaku Politisi dan Advokat terkemuka NTT di Jakarta, Dosen LSPR dan Pengamat Etika Komunikasi Publik Dr. Yohanes Don Bosco Doho, Stela Nau selaku Founder Komunitas NTT Muda dan Drs. Asri Hadi selaku Dosen Senior IPDN dan Ketua Dewan Pakar BULIR.ID sebagai pemantik diskusi serta Emanuel Odo yang bertindak sebagai moderator diskusi.
Politisi dan advokat Dr. (c) MM Ardy Mbalembout mengatakan NTT membutuhkan pemimpin yang memiliki panggilan hati dan dan keberpihakan yang mutlak pada kepentingan dan kebutuhan rakyat NTT. Bukan pemimpin yang memprioritaskan kepentingan golongan dan pribadi.
“Jadi kita mencari pemimpin NTT, dalam hal ini gubernur yang selesai dengan dirinya sendiri. Kita butuh pemimpin yang memiliki hati untuk membawa NTT keluar dari berbagai persoalan yang dihadapi saat ini,” kata Ardy di sela-sela diskusi yang digelar di PMKRI Cabang Jakarta Timur pada Sabtu (1/6/24).
Lebih lanjut, Wakil Ketua Mahkamah Partai DPP PD ini membeberkan NTT masuk dalam wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). ALKI adalah alur laut yang ditetapkan berdasarkan konvensi hukum laut internasional sebagai alur yang terbuka bagi perlintasan perdagangan internasional dan kapal asing.
“Jadi nantinya pusat perekonomian tidak lagi hanya di Selat Malaka, Singapura, tetapi akan ada di Rote ataupun Labuan Bajo NTT. Itulah mengapa kita lihat sekarang investasi luar biasa. Tapi efek ganda pembangunan dan investasi besar-besaran itu tidak menyentuh pada kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat,” kata Ardy yang namanya ikut diperbincangkan sebagai salah satu sosok yang ikut maju dalam kontestasi Pilgub NTT akhir-akhir ini.
Menurut Kepala Departemen Hukum dan HAM Partai DPP Partai Demokrat ini, pemimpin NTT ke depan selain memiliki integritas, harus juga memiliki pengetahuan, wawasan dan strategi pembangunan berskala lokal, nasional maupun internasional.
“Jangan sampai pemimpin itu menjadi “boneka”, diatur. Tidak tahu apa yang dilakukan. Tidak peduli dengan kebutuhan masyarakat. Ke depan apakah kita masih mau mempertahankan pemimpin seperti itu, jawaban kembali pada masyarakat NTT,” tukasnya.
Pemimpin yang Manusiawi dan Bermartabat
Sementara itu, Dosen LSPR dan Pengamat Etika Komunikasi Publik Dr. Yohanes Don Bosco Doho menyampaikan NTT ke depan membutuhkan pemimpin yang manusiawi dan bermartabat. Hal ini menjadi fondasi dan modal dasar dalam pembangunan NTT lima tahun ke depan yang lebih baik.
“Kalau pemimpinnya bermartabat dan manusiawi, pasti manusia yang dipimpinnya ini akan merasa nyaman dan akhirnya mereka boleh bersama-sama membangun NTT,” kata Doktor lulusan Universitas Negeri Jakarta ini mengawali paparannya berjudul “Menanti Pemimpin Baru untuk NTT yang Manusiawi dan Bermartabat”.
Menurut pria kelahiran Flores, 17 Agustus 1972 itu, pemimpin NTT ke depan harus memiliki etika yang bersinggungan secara khusus dengan integritas dan etika komunikasi publik yang memadai untuk mengomunikasikan berbagai kebijakan kepada masyarakat sebagai sasaran dan subjek pembangunnanya.
“Jadi bagaimana seorang pemimpin tidak boleh berkomunikasi secara bohong atau menipu atau bahkan mengata-ngatain masyarakatnya, tapi dia harus bisa membangun dengan menggunakan prinsip etika komunikasi publik yang baik,” bebernya.
Lebih lanjut, Don Bosco menjelaskan, ada tiga soft skill leadership yang harus dimiliki dan dibutuhkan oleh seorang pemimpin yang manusiawi dan bermartabat. Pertama harus memiliki konsep.
“Kedua looking in. Artinya pemimpin NTT baik itu Gubernur maupun Bupati hingga Walikota dan wakilnya harus mengenali kemampuan dirinya. Jadi lebih banyak introspeksi diri untuk dapat memberikan yang terbaik untuk masyarakatnya,” terannya.
Ketiga, tambah Don Bosco, pemimpin harus bisa moving on. Artinya pemimpin harus melakukan perubahan untuk mencapai kualitas kepemimpinan yang lebih baik. “Kalau pemimpinnya bagus, pasti kerusakan dari sebuah sistem akan tertunda.”
Kebijakan Berlandaskan Data
Di forum yang sama, Stela Nau selaku Founder Komunitas NTT Muda menyampaikan harapannya akan pemimpin baru NTT lima tahun ke depannya. Menurutnya, pemimpin ideal NTT berikutnya adalah mereka yang memiliki kemampuan dan berani membaca data. Sehingga kebijakan dikeluarkan selalu mengacu pada data real yang ada di lapangan berdasarkan survei lembaga-lembaga nasional maupun internasional.
“Jadi intinya kalau kita bicara pendidikan kita harus bicara data. ke depannya, kita membutuhkan pemimpin yang mau melihat data. Karena kalo tidak akan sangat populis begitu. Kalo kita punya pemimpin yang populis, dia akan termakan dengan omongannya sendiri,” ujar sosok yang akrab disapa Ica ini.
Menurut Ica, pemimpin yang populis hanya akan membuat masyarakat NTT terus merasakan kekecewaan berulang. “Akhirnya apa kita berulang terus kecewanya.”
NTT Muda, Ica Menjelaskan, merupakan sebuah gerakan swadaya untuk memfasilitasi anak-anak muda NTT di bidang pendidikan. NTT Muda selama ini fokus melakukan pengembangan talenta muda NTT dengan memberikan pelatihan, workshop dan ketrampilan juga rutin membagikan informasi-informasi beasiswa dalam dan luar negeri
Mantan wartawan Metro TV tersebut menjelaskan kemampuan anak-anak NTT itu tidak beda jauh dengan anak-anak dari pulau lainnya di Indonesia. Namun kendalanya terletak pada minimnya informasi, kurangnya sarana dan prasarana penunjang pendidikan.
“Bahkan kalau mereka dapat info tentang pendidikan atau seminar kadang mereka suka bingung follow up ke mana. Jadi informasi macam itu cukup rendah di NTT. Mereka juga punya kekhawatiran nanti kalau nanya dianggapnya nggak ngerti atau khawatir dianggap nggak mumpuni dan kayak gitu,” kata wanita yang permah menjabat PPI United Kingdom tersebut.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Dewan Pakar BULIR.ID selaku Dosen Senior IPDN, Drs. Asri Hadi menyampaikan pada HUT BULIR.ID yang ketiga tahun ini, akan dilakukan diskusi publik rutin atau berseri sebagai bentuk komitmen BULIR.ID mewadahi para calon NTT dan masyarakat bertukar gagasan terkait pembangunan NTT ke depan.
“Jadi BULIR.ID yang didirikan oleh sekelompok anak muda asal NTT di Jakarta pada tahun pertama mendistribusikan buku gratis ke sejumlah daerah di NTT, lalu menggelar kursus bahasa Inggris bagi warga NTT di Jakarta. Tahun ini kita bikin diskusi berseri.
“Jadi silahkan berkolaborasi untuk mencapai harapan NTT yang lebih baik. Kita semua pihak harus memberikan yang terbaik untuk NTT,” ujar tokoh kelahiran Padang, Sumatera Barat ini membuka diskusi yang dihadiri putra-putri NTT dari beragam latar belakang.*