Presiden Jokowi diminta untuk mencabut Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, karena pasal-pasal dalam klaster ketenagakerjaan dinilai masih merugikan posisi pekerja.
“Sebagian besar pasal terkait masalah ketenagakerjaan di Perppu Cipta Kerja tak ada bedanya dengan yang ada dalam UU Omnibus Law klaster ketenagakerjaan,” kata Ketua Umum SP FARKES Wiwit Widuri SH MH,” kepada wartawan di Jakarta, Senin (2/1/2023).
Posisi buruh, imbuh Widuri, di kedua undang-undang tersebut, tetap lemah meskipun ada perubahan isi pasal.
Selama ini menurut Widuri, sudah banyak pekerja atau buruh berunjuk rasa bahkan sampai ratusan ribu tetapi hasilnya tetap tidak ada, karena apa Serikat pekerja sekarang kurang kompak.
“Harusnya dalam Pembetukan Revisi UU itu wajib dilibatkan dari serikat pekerja agar dampaknya tidak terlalu jomplang. Saya hanya memikirkan bagaimana nasib anak dan cucu kita sebagai pekerja nantinya. Saya rasa dalam serikat pekerja banyak yang faham dalam hukum kalo bisa dilibatkan agar ikut mengkaji kebijakan apapun itu. Pada prinsipnya tolonglah bagaimana nasib pekerja nantinya,” pinta Wiwit.
Suatu keanehan juga, menurut Wiwit, UU menyangkut kehidupan dan kesehjateraan Buruh/pekerja pada proses awalnya tak pernah ikut dilibatkan. Kapan buruh/ pekerja akan bisa sejahtera sepanjang UUnya cenderung tidak berpihak kepada buruh/ pekerja. Seharusnya UU itu harus terjadi keseimbangan antara pekerja dan pengusaha, sehingga terwujud hubungan industrial yang harmonis dan dinamis.
“Tapi kalo pemimpin nya ikut berpolitik bagaimana nasib pekerjanya,” kata Widuri menyayangkan.