Aktivitas thrifting pakaian bekas impor dinilai memberikan berbagai dampak negatif, mulai dari masalah lingkungan hingga merugikan pendapatan negara, oleh karena itu Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengajak masyarakat untuk mencintai, membeli dan mengonsumsi produk lokal.
MenKopUKM Teten Masduki mengatakan saat ini telah banyak produk-produk fesyen lokal dengan kualitas tinggi yang tidak kalah dengan brand dan produk luar negeri kenamaan.
“Argumen kita untuk menolak masuknya pakaian bekas dan sepatu bekas impor untuk diperdagangkan sangat kuat, kita ingin melindungi produk dalam negeri terutama di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), yang sekarang sudah banyak diproduksi oleh pelaku UMKM di tanah air,” kata MenKopUKM Teten Masduki dalam keterangannya di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM), Jakarta, Senin (13/03).
Menurutnya, di tengah gerakan untuk mencintai, membeli dan mengonsumsi, produk dalam negeri, terdapat penyelundupan barang-barang bekas TPT tersebut tidak sejalan dengan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI).
“Saat ini kami terus mendorong masyarakat untuk mencintai produk dalam negeri melalui kampanye BBI yang telah digaungkan Presiden sejak tahun 2020,” kata MenKopUKM.
Untuk itu, Pemerintah melalui KemenKopUKM juga turut menginisiasi berbagai kebijakan yang menjadi bentuk dukungan dan komitmen dalam mencintai dan menggunakan produk dalam negeri. Salah satunya melalui alokasi 40 persen belanja Pemerintah dan BUMN untuk produk lokal.
“Melalui kebijakan tersebut, diprediksi oleh BPS akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 1,85 persen sekaligus menciptakan 2 juta lapangan kerja tanpa investasi baru,” ujar Menteri Teten.
Menteri Teten menambahkan, adanya aktivitas thrifting juga disebabkan oleh fenomena supply dan demand, oleh sebab itu apabila supply thrifting produk impor dapat dihentikan maka akan berpengaruh pada market yang kemudian dapat diisi oleh produk dalam negeri.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah KemenKopUKM Hanung Harimba mengatakan larangan thrifting pakaian impor sebenarnya sudah diatur pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
“Pada Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas,” ucap Hanung.
Hanung menyampaikan bahwa isu thrifting saat ini menjadi isu yang serius, terlebih karena saat ini ekonomi dunia sedang melambat, sehingga impor barang bekas menjadi tantangan tambahan bagi pelaku UMKM di tanah air.
Selain itu thrifting pakaian impor memiliki dampak yang merugikan, diantaranya menimbulkan masalah lingkungan yang serius karena banyak di antara baju bekas impor tersebut berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), selanjutnya thrifting pakaian impor merupakan barang selundupan atau ilegal yang tidak membayar bea dan cukai sehingga menimbulkan kerugian negara.
“Thrifting pakaian impor ini juga akan merugikan produsen UKM tekstil. Menurut CIPS dan ApsyFI, 80 persen produsen pakaian di Indonesia didominasi oleh industri kecil dan mikro, sedangkan impor pakaian bekas selama ini memangkas pangsa pasar mereka sebesar 12-15 persen,” kata Hanung.