Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) mengajak para pemangku kepentingan di daerah-daerah, untuk bersinergi dalam meningkatkan dan memperluas ekosistem yang memudahkan bagi usaha mikro kecil agar tumbuh dan naik kelas.

Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Mikro KemenKopUKM Yulius dalam Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Perencanaan Pusat dan Daerah di Tingkat Provinsi, yang diselenggarakan pada 15-17 November 2022 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

“Sinkronisasi dapat dikatakan sebagai suatu proses secara bersama-sama dan saling berbagi informasi kebijakan dan kegiatan agar pemberdayaan KUMKM dapat berkelanjutan dan terintegrasi antara pusat dengan daerah,” kata Yulius dalam keterangan resminya, Kamis (17/11).

Sebab diakuinya, informasi program dan kegiatan pemberdayaan KUMKM banyak tersedia, namun belum optimal sampai ke daerah. “Untuk optimalisasi sinkronisasi dan sinergi, diharapkan dinas yang membidangi KUMKM juga bisa proaktif mendapatkan informasi program atau kegiatan,” ucapnya.

Yulius berharap program pemberdayaan yang dikembangkan kedeputiannya bisa berkontribusi dalan memperbesar peran UMKM terhadap PDB yang ditargetkan mencapai 63 persen pada 2022 dan sebesar 64 persen pada 2023.

Kemudian capaian proporsi UMKM yang mengakses kredit keuangan formal ditargetkan hingga 27,8 persen pada 2022 dan sebesar 29,1 persen pada 2023. Dan terakhir, capaian usaha mikro yang bertransformasi dari informal ke formal sebanyak 5,5 juta UMKM pada 2022 dan sebanyak 7,5 juta UMKM pada 2023. Juga mereka yang semakin banyak beralih dari pelaku usaha informal menjadi pelaku usaha formal dengan memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).

Tak hanya itu, Yulius menegaskan, lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja pada 2020 memiliki misi untuk memberikan kemudahan regulasi bagi ekosistem ekonomi Indonesia termasuk untuk UMKM. Untuk itu, pada 2021 dalam mendukung Undang-Undang tersebut, dibuat PP Nomor 07 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan KUMKM.

Dalam PP ini, terdapat kemudahan dan dukungan Pemerintah untuk usaha mikro kecil yang meliputi Kemudahan Perlindungan dan Pemberdayaan, Kemitraan, Penyediaan Pembiayaan, serta Kemudahaan dan Insentif.

Bersamaan dengan adanya amanat RPJMN yang menyatakan arah kebijakan dalam rangka peningkatan nilai tambah ekonomi tahun 2022-2024 mencakup penguatan kewirausahaan dan KUMKM yang mencakup 5 aspek.

Kelima aspek tersebut adalah, pertama, Pembiayaan Usaha Mikro, dengan program Peningkatan Akses KUR Klaster dan Pendampingan KUR. Kedua, Perlindungan Kemudahan Usaha Mikro, dengan program Penerbitan Perizinan berusaha dan sertifikasi produk, bantuan kebencanaan, dan fasilitasi area infrastruktur publik.

Ketiga, Rantai Pasok Usaha Mikro, dengan program Penguatan Pasar Online dan Offline serta Penguatan Rantai Pasok Komoditas. Keempat, Pengembangan Kapasitas Usaha Mikro, dengan program Pelatihan Vocational, Pelatihan berbasis kompetensi, Pelatihan E-Commerce, dan Pelatihan Manajemen Keuangan.

“Yang kelima, Fasilitasi Bantuan Hukum dan Konsultasi Usaha Mikro, dengan program Sosialisasi Hukum dan Kebijakan Usaha Mikro, serta Fasilitasi Layanan Hukum. Pada 2023 nanti, akan ada dua program baru di kedeputian kami yakni Rumah Kemasan dan Re-Design PLUT-KUMKM,” ucap Yulius.

Dengan begitu, Yulius mengatakan, setidaknya terdapat empat hal yang sekiranya bisa disinergikan untuk meningkatkan dan memperluas ekosistem yang memudahkan usaha mikro Indonesia tumbuh dan naik kelas.

Sinergi tersebut meliputi, pertama, Sinergi Transformasi Informal ke Formal. Di mana Dinas memproyeksikan penerbitan NIB per tahun 2022-2024, serta kebutuhan fasilitasi sertifikasi produk bagi UMK (halal, merek, PIRT, Izin Edar, dan SNI).

Kedua, Sinergi Fasilitasi Layanan Bantuan Hukum UMK. Di mana Dinas menyampaikan kebutuhan fasilitasi bantuan hukum bagi UMK, serta membentuk satuan kerja Bantuan Hukum di Daerah. Ketiga, Sinergi Fasilitasi Pengembangan SDM. Keempat, Sinergi Transformasi Rantai Pasok yang meliputi, Rumah Produksi Bersama, Pengembangan Klaster Biofarmaka, maupun Onboarding laman LKPP, serta Pengembangan UMik di kawasan wisata.

“Dinas menyampaikan data usaha mikro untuk di kawasan wisata, dan berkolaborasi dalam kurasi produk serta koordinasi sinergi dengan pengelola kawasan wisata,” ucap Yulius.

Ia menekankan, seluruh intervensi dan kebijakan harus dilakukan paralel dan berkesinambungan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan stakeholder Non-Pemerintahan seperti asosiasi dan kelompok masyarakat, barulah UMKM di Indonesia dapat berkembang hingga mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi semakin baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *