Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI melakukan kunjungan kerja untuk bertemu dengan PT Dirgantara Indonesia, PT. Garuda Indonesia dan PT Angkasa Pura. Pertemuan yang dihadiri juga oleh perwakilan Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN ini bertempat di PT Angkasa Pura, Tangerang. Pertemuan dengan topik penelaahan BAKN atas Penyertaan Modal Negara untuk BUMN ini dipimpin oleh wakil ketua BAKN DPR RI, Anis Byarwati.
Legislator PKS dari Jakarta Timur ini menyoroti masalah sisa dana PMN yang tidak terserap oleh BUMN. Menurut Anis, sepanjang BAKN menelaah PMN untuk BUMN, hamper setiap BUMN melaporkan terdapat dana sisa dari PMN yang belum terserap. Sebagai contoh, hasil pemeriksaan tahun 2020 sampai dengan semester 1 Tahun 2022 pada PTDI menunjukkan dana PMN belum terserap 100%. Demikian juga dengan PT Angkasa Pura yang pada tahun 2015 dan tahun 2016 mendapatkan PMN dengan total 4 Triliun, dan berdasarkan LHPBPK terdapat sisa dana 641 milyar. Adapun PT Garuda Indonesia berdasarkan temuan BPK sisa dana investasi pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (IPPEN) tahun 2020-2021 kepada Garuda Indonesia sebesar 7,50 Triliun tidak dapat disalurkan. Menyikapi hal ini, Anis meminta kementerian BUMN untuk segera merumuskan kebijakan terkait dana sisa PMN di BUMN ini. “Kementerian BUMN perlu memiliki kebijakan khusus terkait dengan sisa dana PMN di BUMN karena sepanjang penelaahan yang dilakukan BAKN, hampir semua BUMN yang ditemui menyatakan memiliki dana sisa PMN,” tutur Anis.
Anggota komisi XI DPR RI ini juga menyoroti besarnya utang yang dimiliki oleh PT Garuda Indonesia.Ia menyatakan bahwa negara sangat berkepentingan memiliki PT Garuda Indonesia karena menjadi kebanggaan bangsa dan menjadi salah satu duta negara. Namun, utang yang dimiliki oleh Garuda Indonesia saat ini sangat fantastis mencapai angka 70 trilyun. Sementara itu kementerian BUMN mengatakan terdapat mis manajemen di PT. Garuda Indonesia. Anis menyampaikan keberatannya jika benar mis manajemen ditambal oleh PMN. “PMN itu adalah uang negara yang notabenenya diambil dari pajak-pajak rakyat Indonesia. APBN itu adalah instrumen kesejahteraan rakyat. Kalau dipakai untuk menyelesaikan mis manajemen, alangkah tidak fair untuk rakyat Indonesia,” katanya.
Adapun untuk PT. Angkasa Pura, Anis mengkritisi pintu masuk pesawat (gate) yang jaraknya jauh dari pintu masuk bandara tanpa fasilitas antar penumpang yang memadai. Hal ini menjadikan penumpang harus berjalan jauh di dalam bandara. “Penting bagi Angkasa Pura untuk meningkatkan fasilitas pelayanan bagi konsumen. Misalnya dengan penyediaan golf car yang lebih banyak dan bisa dipakai semua orang. Karena penumpang pesawat tidak hanya orang muda dan kuat. Namun ada juga lansia dan anak-anak yang pasti kesulitan untuk mencapai pintu yang jauh itu,” pungkasnya.